JAKARTA. Gejolak penentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras Rp 9.000 per kilogram (kg) pada pekan terakhir menyisakan kerugian bagi para penjual beras di sejumlah daerah. Pedagang mengaku rugi karena mengalami penurunan penjualan setelah stok beras yang mereka miliki berkurang. Pabrik penggilingan beras yang selama ini rutin memasok beras ke sejumlah pasar menghentikan pasokan sementara atau mengurangi penjualan secara tiba-tiba.
Salah satu pedagang yang mengaku rugi adalah Ayong. Pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) ini bilang selama sepekan lalu penjualannya turun 76% dari kondisi normal. Hal itu terjadi karena pasokan beras yang masuk ke PIBC turun drastic. “Saya biasanya bisa menjual 15 ton hingga 20 ton. Tapi seminggu lalu hanya 5 ton. Pembeli juga sepi,” ujarnya kepada KONTAN, Senin (31/7).
Sedangkan menurut Alexander, salah satu pekerja di Dewan Tunggal Abadi yang beroperasi di PIBC, mengakui terjadi penurunan pasokan drastis selama pekan lalu. Namun dia belum bisa menghitung pasti berapa kerugian yang timbul akibat turunnya penjualan.
Hal serupa juga dialami pedagang beras lainnya asal Sragen, Jawa Timur bernama Paryoto. Ia bilang pasca penetapan HET beras, banyak pedagang beras menutup toko mereka dan menghentikan aktifitas penjualan. Dia mengaku menjadi salah satu pedagang beras yang menghentikan penjualan selama seminggu sampai ada kejelasan dari pemerintah.
Menurutnya, dari penutupan menjual toko itu, dia kehilangan pendapatan rata-rata penjualan 30 ton 60 ton beras per hari. “Kalau dihitung kerugian yang timbul mencapai ratusan juta,” imbuhnya. Pedagang beras asal Kediri, Jawa bernama Andi Kerkep juga merasakan yang sama. “Pekan lalu itu beroperasinya hanya hari Jumat dan Sabtu saja,” tandas Andi.
Tidak hanya pedagang beras kecil dan sedang saja yang terkena imbas. Menurut Direktur PT Buyung Poetra Sembada Tbk Budiman Susilo, pihaknya sempat terdampak kondisi pasar yang lesu akibat kebijakan HET beras. Tanpa mengatakan potensi kerugian yang timbul, Budiman bilang, pengaruhnya tidak besar sehingga operasional perusahaan masih stabil. “Semuanya masih berjalan normal,” tutur Budiman.
Arief Prasetyo Adi, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya juga mengatakan, meskipun terjadi penurunan pengiriman beras ke pasar induk, namun hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap pedagang. Pasalnya, menurut Arief, selisih beras yang masuk dengan barang keluar tidak terlalu jauh. “Stok harian PIBC sangat cukup, di atas 43.000 ton, dari batas 30.000 ton,” jelas Arief.
Arief berharap, langkah Kementerian Perdagangan (Kemdag) menarik kembali beleid tersebut sebelum diundangkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan membuat bisnis beras di Food Station Tjipinang kembali berjalan normal.
Meski sempat terjadi keresahan di antara petani, penggilingan beras, serta pedagang, menurut Arief, sejak Senin (31/7), beberapa pedagang sudah beroperasi kembali. Sehingga pemasukan beras di PIBC juga sudah mencapai 4.000 ton per hari.
Terkait polemik HET beras, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengadakan pertemuan dengan para pedagang beras untuk membahas tataniaga beras. Dalam pertemuan itu pemerintah berjanji untuk menentukan pengklasifikasian varietas beras sebelum menentukan HET beras. “Kami masih hitung ada berapa jenis varietas beras dan berapa biaya produksinya baru menentukan HET -nya berapa,” ujarnya.
Sumber : Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar