Daya beli petani tahun ini lebih rendah

JAKARTA. Daya beli masyarakat di tahun ini diperkirakan tak sekuat tahun lalu. Hal tersebut tampak pada Nilai Tukar Petani (NTP selama tujuh bulan berturut-turut di tahun ini yang lebih rendah dibanding tahun 2016.

NTP merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petanidengan indeks harga yang dibayar petani. NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. Semakin tinggi NTP, maka semakin kuat daya beli petani. Begitu pun sebaliknya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, rata-rata NTP sejak awal tahun hingga Juli lalu hanya sebesar 100,36. Sementara rata-rata NTP tujuh bulan di tahun lalu mencapai 101,67.

“Artinya tidak bagus. NTP tahun ini tidak sebagus NTP 2016 dan bahwa NTP stagnan di 100,” kata Kepala BPS Suhariyanto, Selasa (1/8). Dengan demikian, indeks harga yang diterima petani dengan indeks yang dibayar petaniseimbang.

Padahal lanjut Suhariyanto, idealnya indeks harga yang diterima petani lebih tinggi dari yang dibayar petani. Dengan begitu, petani memiliki ruang untuk mengalokasikan uangnya untuk keperluan yang lain.

“Tetapi kenyataannya kita tidak pernah mempunyai NTP yang tinggi di atas 115,” tambah dia.

Penyebab rendahnya NTP tahun ini berbeda-beda setiap sektornya. Ia melanjutkan, ada NTP yang rendah bisa disebabkan oleh indeks harga yang diterimanya mengalami kenaikan atau penurunan, begitu juga dengan indeks harga yang dibayarnya mengalami kenaikan atau penurunan.

“Di NTP tanaman pangan misalnya, itu karena indeks harga yang diterimapetani naik, begitu juga dengan indeks harga yang dibayar. Yang membuat naik adalah jagung, ubi kayu, dan ubi jalar dan yang turun adalah harga gabah,” tambah Suhariyanto.

Sumber : kontan.co.id

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar