
PADANG. Perkebunan teh Indonesia banyak yang tutup dan melakukan konversi lahan ke komoditas lain. Hal itu salah satunya disebabkan oleh impor teh Vietnam yang deras masuk ke Indonesia.
Direktur PT Mitra Kerinci, Yosdian Adi Pramono, mengatakan bahwa luas perkebunan teh terus berkurang setiap tahunnya. Ada beberapa penyebab dari luas kebun yang terus bekurang tersebut di antaranya adalah harga pembelian pemerintah yang terlalu tinggi, hak guna usaha, serta anomali cuaca.
“Selain itu kita juga terhambat regulasi ketenagakerjaan seperti upah minimum. Di sisi lain, harga teh dunia cenderung turun sejak tiga tahun terakhir,” ujar dia di Padang, Minggu 30 Juli 2017.
Yosdian mengatakan, konsumsi teh di Indonesia sebenarnya semakin bertambah. Namun, perusahaan perkebunan terus mengalami kerugian. Hal itu semakin parah akibat derasnya teh impor Vietnam beberapa tahun terakhir. Padahal, kualitas rasa teh Indonesia masih jauh lebih baik dari Vietnam. ”Itu karena kalau Vietnam ekspor ke sini, tidak ada tambahan biaya apa-apa. Tapi kalau produk kita ke Vietnam, kita bisa ada tambahan biaya 15-20 persen,” ujar dia.
Menurut Yosdian, produsen teh Indonesia harus berani melakukan inovasi untuk mempertahankan eksistensinya. Sebagai perkebunan teh terbesar di Asia Tenggara, PT Mitra Kerinci saat ini mulai fokus mengembangkan teh hijau. Padahal, sebelumnya PT Mitra Kerinci lebih banyak memproduksi teh hitam. “Sekarang perkebunan yang hanya mengandalkan teh hitam sangat sulit bertahan,” ujar dia.
Yosdian menambahkan, pasar teh hijau di Indonesia masih sengat luas. Segmentasi pasar teh hijau bisa mencapai 80 ton per hari. Hal itu menjadi peluang bagi produsen teh di Indonesia.
Selain itu, PT Mitra Kerinci juga memproduksi teh varietas sinensis yang biasanya ditanam di Tiongkok dan Jepang. Perusahaan tersebut juga telah lama mengeluarkan produk teh putih.
Teh dan gaya hidup
Sementara itu, pendiri Komunitas Pencinta Teh, Bambang Laresolo, mengatakan bahwa sebenarnya saat ini minum teh sudah menjadi gaya hidup bagi masyarakat. Beberapa kedai teh sudah mulai menjamur, terutama di perkotaan. Mereka menjual teh-teh premium dengan harga yang cukup tinggi. “Memang beberapa masih ada yang menjual teh kualitas rendah,” ujar dia.
Bambang mengatakan, masyarakat Indonesia pada umumnya sudah terbiasa mengonsumsi teh murah dengan kualitas rendah. Padahal, di luar negeri, teh biasa dijual dengan harga tinggi selama kualitasnya memang premium. “Untuk teh Jepang Gyokuro bisa dijual Rp 27 juta per kilogram, bahkan teh Pu Erh dari Tiongkok bisa mencapai Rp 400 miliar. Sementara teh Indonesia paling mahal 2,5 juta per kilogram,” ujar dia.
Sumber: pikiran-rakyat.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Artikel
Tinggalkan komentar