Haris menambahkan, kini industri di dalam negeri juga harus menghadapi serbuan produk impor. Ini antara lain karena situasi ekonomi global yang melemah membuat negara-negara yang selama ini mengekspor ke Amerika dan Eropa mengalihkan pasar ke Indonesia.
“Sementara itu, ekspor Indonesia terganjal oleh kebijakan di beberapa negara pasar ekspor tradisional. Contohnya, kebijakan negatif Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit nasional,” kata Haris.
Seiring dengan itu, dia menjelaskan, industri di dalam negeri mengambil sikap wait and see atau menahan ekspansi. Apalagi, momentum yang diharapkan bisa mendongkrak daya beli pada Bulan Puasa dan Lebaran tahun ini tidak berlangsung seperti yang diharapkan.
Upah Padat Karya
Hariyadi mengatakan lebih lanjut, saat ini, pengusaha berusaha mempertahankan usaha agar tidak ada gelombang PHK. “Namun, jika terus dituntut untuk menaikkan upah, sementara orderan sepi, maka PHK pun tidak bisa dicegah,” ucapnya.
Hariyadi juga menyayangkan penolakan upah padat karya di Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, dan Kota Depok. Padahal, perusahaan pun membutuhkan payung hukum terkait upah padat karya tersebut, agar kontrak dari pembeli tidak dibatalkan.
“Upah padat karya yang kami minta itu kan salah satu upaya kami supaya jangan ada PHK. Tidak kurang-kurang kami berusaha menahan agar tidak ada PHK, tapi kalau perusahaan tidak dapat order gimana? Tidak mugkin terus dipaksakan dalam kondisi seperti ini,” kata Hariyadi.
Sumber : beritasatu.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar