Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti diminta untuk segera melakukan “moratorium” sejumlah kebijakan yang sudah tiga tahun menyakiti hati nelayan.
Begitu kata pendiri Asosiasi Pekerja Bawah Air Indonesia (APBAI) Suhendra Hadi Kuntono dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Selasa (22/8).
Ia kemudian mencontohkan kebijakan Susi menerbitkan Peraturan MKP 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Pukat Hela dan Tarik, dan Surat Edaran MKP No. 72/MEN-KP/II/2016 tentang Larangan Penggunaan Cantrang. Menurutnya, pelarangan alat tangkap berbentuk jaring yang dinilai dapat merusak biota laut itu telah menyakiti hati nelayan.
Pengganti cantrang yang disiapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, seperti gillnet atau jaring vertikal penangkap ikan ternyata tidak mencakup semua nelayan.
“Mungkin kebijakannya baik, tapi karena aplikasinya kurang baik, misalnya tidak menyiapkan penggantinya dulu, akhirnya jadi enggak baik,” jelas Suhendra.
Peraturan MKP 1/2015 tentang Larangan Penangkapan dan Ekspor Lobster, Kepiting, dan Rajungan Telur, serta program relokasi nelayan yang tidak sesuai wilayah dan tempat nelayan menangkap ikan juga menjadi sorotan Suhendra. Menurutnya, kebijakan ini telah mengingkari kearifan lokal.
Akibat kebijakan-kebijakan tersebut, lanjut Suhendra, kini banyak nelayan menjadi pengangguran.
“Lalu siapa yang mau memberi makan dan menyekolahkan anak-anak nelayan?” tanyanya.
Belum lagi rencana Menteri Susi menghapuskan solar bersubsidi bagi nelayan kecil yang akan menambah beban nelayan. Ini lantaran, solar adalah 70 persen dari seluruh komponen biaya operasional dalam kegiatan produksi perikanan tangkap, khususnya nelayan tradisional skala kecil.
“Ibaratnya, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kalau alasannya salah sasaran, pengawasannya dong yang diperketat, bukan mencabut subsidi,” ujarnya.
Kebijakan Menteri Susi menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan juga masih menyisakan kontroversi. Pasalnya, kapal-kapal yang ditenggelamkan itu bukan hanya kapal yang baru ditangkap, kapal yang dalam posisi melarikan diri, atau kapal yang membahayakan petugas.
“Penenggelaman kapal itu hantam kromo, sehingga merusak hubungan baik dengan negara-negara tetangga serta melanggar hukum internasional dan hubungan bilateral. Yang sesungguhnya terjadi hanya tindak pidana pencurian ikan, bukan pelanggaran kedaulatan negara sehingga kapal harus ditenggelamkan,” papar Ketua Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Indonesia-Vietnam bentukan pemerintah RI dan Vietnam ini.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar