Mengubah Paradigma Masyarakat terhadap Pajak

Tatkala mendengar atau membaca kata “pajak”, persepsi seseorang cenderung ke arah negatif. Mengapa hal itu terjadi?Dalam berbagai literatur yang ada, sebagian besar para ahli pajak memberikan definisi tentang pajak yang hampir sama. Pada intinya mereka memaknai pajak sebagai iuran yang bersifat memaksa yang tidak mendapat kontraprestasi yang langsung dapat ditunjuk.

Pengertian sebagai iuran yang bersifat memaksa telah merasuk ke dalam pikiran bawah sadar masyarakat. Sesuatu yang bersifat memaksa akan mendorong orang untuk berusaha menghindarinya. Terdapat sebuah “ketidakrelaan” ketika melaksanakan sesuatu yang bersifat memaksa.

Ketika seseorang dipaksa atau mengalami paksaan, maka orang itu sedapat mungkin akan melawannya ataupun berusaha akan menghindarinya. Dengan demikian, orang akan berusaha untuk menghindari membayar pajak karena membayar pajak merupakan bentuk paksaan

Kalimat berikutnya, yaitu “yang tidak mendapat kontraprestasi yang langsung dapat ditunjuk” juga telah meresap ke dalam alam bawah sadar bangsa Indonesia bahwa membayar pajak itu sesuatu yang tidak mendapatkan imbalan. Padahal, maksud dari definisi tersebut sebenarnya adalah pembayaran pajak itu sejatinya mendapatkan imbalan, tetapi imbalan tersebut diperoleh secara tidak langsung.

Dengan menempatkan kata “tidak” di depan kata “mendapatkan”, hal itu telah diterima oleh alam bawah sadar sebagai sesuatu yang tidak mendapatkan imbalan, walaupun sebenarnya membayar pajak itu mendapatkan imbalan, tetapi tidak secara langsung.

Apabila kata “tidak” diletakkan di belakang, kalimat itu menjadi “mendapatkan kontraprestasi, tetapi tidak secara langsung dapat ditunjuk”. Walaupun maksudnya sama, tetapi pikiran bawah sadar akan menerimanya secara berbeda. Pikiran bawah sadar menerimanya sebagai sesuatu yang mendapatkan kontraprestasi, walaupun kontraprestasinya tidak bisa ditunjukkan secara langsung berkaitan dengan pembayaran pajak itu.

Hal lain yang dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap pajak adalah persepsi bahwa pajak itu merupakan beban, bahkan dalam bidang akuntansi, pembayaran pajak itu dicatat sebagai “beban pajak”. Karena masyarakat telah mempersepsikan pajak itu sebagai suatu beban, maka masyarakat akan berusaha untuk meringankan beban itu. Mereka akan melakukan segala upaya untuk dapat meringankan beban yang terjadi akibat pembayaran pajak.

Kalau kita mencermati secara holistik dan integral, maka kita bisa melihat pembayaran pajak tidak hanya dari satu sisi, yakni sisi negatif saja. Kita sebenarnya bisa melihat atau mempersepsikan membayar pajak itu dari sisi yang lain, yakni sebagai suatu pemberian. Ketika seseorang membayar pajak, sesungguhnya seseorang itu telah melakukan aktivitas “memberi”, yaitu memberi uang kepada negara dalam bentuk pembayaran pajak.

Ketika seseorang memberi, pihak pertama yang mendapatkan manfaat dari proses pemberian itu adalah pihak pemberi. Ketika memberi sesuatu, dalam hati pihak pemberi akan muncul suasana hati yang berlimpah dan hal ini akan terpancar ke alam semesta. Sesuai dengan hukum alam “Law of Attracion”, ketika kita memancarkan energi positif ke alam semesta, alam semesta menyambutnya dan memberikan energi positif kembali ke diri kita.

Kalau kita memancarkan enegi posistif, maka kita akan menarik energi positif yang lebih banyak lagi. Sebaliknya, kalau kita memancarkan energi negatif, kita akan menarik energi negatif dari alam semesta. Ketika kita memberi dengan ikhlas, energi positif yang terpancar dari dalam diri kita sungguh merupakan energi positif. Ada juga perasaan yang berlimpah muncul ketika kita memberi sesuatu kepada orang lain. Karena kita memancarkan energi keberlimpahan, maka kita akan menarik keberlimpahan yang lain masuk ke dalam kehidupan kita.

Oleh karena itu, kalau kita mempersepsikan bahwa membayar pajak itu adalah sebuah pemberian kepada negara, maka semakin banyak kita memberi (membayar pajak) kepada negara, semakin banyak pula yang akan kita dapatkan. Konsep ini sejalan dengan ajaran dalam setiap agama, yakni semakin banyak memberi, semakin banyak menerima.Apabila kita bisa melakukan perubahan paradigma masyarakat terhadap pajak, dalam masyarakat akan terbangun sebuah persepsi baru bahwa membayar pajak merupakan pemberian kepada negara.

Semakin banyak memberi, semakin banyak yang akan didapatkan. Bagi seorang pengusaha, dengan membayar pajak dengan ikhlas, hal itu akan dapat menarik rezeki yang semakin berlimpah. Pelanggan juga akan meningkat dan omzet perusahaan pun semakin meningkat. Dengan demikian, justru membayar pajak dapat semakin meningkatkan penghasilan. Apabila persepsi masyakarat terhadap pajak bisa berubah seperti tersebut di atas, maka rakyat dengan tulus ikhlas dan penuh suka cita melakukan pembayaran pajak. Mereka akan berlomba-lomba untuk terus meningkatkan jumlah pembayaran pajaknya.

Semakin banyak membayar pajak, semakin banyak rezeki yang akan didapatnya. Pajak tidak hanya akan meningkatkan pundi-pundi negara, tetapi juga pajak dapat meningkatkan kemakmuran secara individu.Perubahan paradigma masyarakat terhadap pajak dapat dilakukan melalui edukasi dan sosialisasi yang bersifat.

Edukasi terutama dilakukan melalui jalur pendidikan formal. Edukasi dan sosialisasi juga dapat dilakukan melalui media massa, baik dalam bentuk iklan, maupun dalam bentuk pemberitaan-pemberitaan terkait manfaat penting membayar pajak bagi pembangungan nasional.

Program Pajak Bertutur yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia pada hari Jumat 11 Agustus 2017 ini merupakan bentuk edukasi melalui jalur pendidikan formal yang dapat dijadikan tonggak baru dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda.

Sasaran dari Pajak Bertutur saat ini memang kalangan generasi penerus bangsa yang saat ini belum terdaftar sebagai wajib pajak (WP). Karena sasarannya adalah kalangan pelajar dan mahasiswa, maka upaya ini merupakan sebuah investasi jangka panjang yang baru dapat berdampak pada penerimaan pajak beberapa tahun mendatang.

Dengan menghadirkan peserta lebih dari seratus ribu orang di seluruh Indonesia, para pegawai Direktorat Jenderal Pajak bercerita tentang arti penting dari pajak dan berusaha mengenalkan prinsip-prinsip pajak secara positif, mulai dari pentingnya kejujuran, konsep berbagi, kegotongroyongan, dan seterusnya. Dengan demikian, generasi emas Indonesia mempunyai paradigma yang positif terhadap pajak, sehingga ketika saatnya tiba, mereka dengan antusias dan ikhlas menyerahkan sebagian penghasilannya kepada negara dalam bentuk pajak.

Sumber : beritasatu.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar