Pedagang pasar tradisional di Surabaya yang ada di bawah naungan Perusahaan Daerah Pasar Surya terus melakukan penolakan untuk membayar pajak pertambahan nilai (PPn) yang akan diberlakukan di setiap stan yang mereka sewa.
Hal itu sempat diutarakan Saleh usai pembekalan dan sosialisasi dan tentang penerapan pajak PPn untuk pedagang pasar Tambahrejo, Pasar Wonorkomo, dan Pasar Bratang di Kantor PDPS, Minggu (3/9/2017).
Ia menyebutkan pemberlakuan pajak untuk penyewa stan sangat memberatkan. Sebab besaran pajak tersebut sampai 10 persen dari harga sewa stan di pasar.
Kalau pasarnya ramai, dagangan laku, nggak masalah kami ditarik pajak, lha kalau saat ini dengan kondisi pasar sudah sangat sepi, lalu kami bayarnya bagaimana,” kata Saleh.
Ia menyebutkan fasilitas di pasar yang dikelola perusahaan daerah plat merah tersebut saat ini masih belum mumpuni. Bahkan dinilai kurang mampu untuk meramaikan pasar.
Oleh sebab itu pihaknya mengaku merasa terbebani jika uang sewa stan masih harus ditambah dengan biaya pajak pertambahan nilai.
“Membayar sewa stan per bulan saja kami tekor. Bahkan sering utang bulan depannya karena nggak nututi,” katanya.
Hal senada juga dispaikan oleh Tri Utomo perwakilan pedagang Pasar Bratang. Ia menegaskan selama ini juga belum ada sosialisasi terkait pembayaran pajak.
Ia bahkan baru tahu tentang kewajiban pedagang membayar pajak saat ada kasus penunggakan pajak di pertengahan tahun 2017 yang ramai di media.
“Saya tahu nya ya dari baca koran. Katanya ada tunggakan pajak pedagang yang belum dibatalkan. Tapi itu kan pembayaran pajak di tahun 2007, itu artinya sudah ada tagihan sejak lama, tapi selama ini tidak ada penarikan, lalu mengapa harus kami yang membayar,” tukas Tri.
Menurutnya, pajak 10 persen yang dibebankan pada pedagang itu diluar iuran sewa stan setiap bulannya. Hal tersebutlah yang membuat pedagang menolak. Mereka inginnya pajak sudah termasuk dengan sewa stan.
Sementara itu, Kepala KPP Madya Surabaya, Agus Mulyono menjelaskan jika pihaknya hanya petugas yang melaksanakan perintah dan tidak mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan terkait penolakan pedagang terhadap pengenaan ppn 10 persen.
“Kalau memang keberatan membayar ppn kami persilahkan untuk mengajukan keberatan ke kantor pajak pusat melalui asosiasi pedagang,” ujar Agus.
Dikatakan Agus, penarikan ppn 10 persen yang dilakukan sudah berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 6. Dimana setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas tersedia untuk dipakai wajib kena pajak.
Termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atau petunjuk dari pemesan.
“Selama ini pedagang kan sudah menikmati fasilitas dari PDPS jadi sudah seharusnya mau membayar ppn 10 persen tadi,” papar Agus.
Agus mengaku sudah terbiasa menerima penolakan saat melakukan sosialisasi penambahan Ppn ke sejumlah daerah.
Meski mendapat penolakan dari perwakilan pedagang pasar tradisional, namun Agus tetap memberikan waktu bagi pedagang jika ada yang menginginkan dirinya melakukan roadshow ke pasar-pasar untuk melakukan sosialisasi.
Harapannya, dengan terjun langsung, ia bisa membuat masyarakat sadar akan kewajiban membayar pajak. Bahwa pajaknantinya juga akan kembali untuk kepentingan bersama. Salah satunya untuk pembangunan infrastruktur.
Sumber : tribunnews.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar