Pengusaha mengakui masih belum sehati dengan pemerintah dalam mendongkrak investasi dan daya saing industri lokal. Saat ini, masih terlihat ada kesenjangan antara apa yang ingin dilaksanakan pemerintah dan apa yang diharapkan pengusaha.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani mengatakan, pemerintah dan pengusaha harus lebih sering duduk bersama menyelesaikan masalah investasi dan daya saing. Sehingga, regulasi yang dikeluarkan pemerintah tidak bertentangan dengan harapan dunia usaha.
“Masih banyak regulasi pemerintah yang belum sehati dengan pengusaha,” ujarnya di sela-sela diskusi “Public Private Dialogue (PPD) on International Trade and Investment” yang bersamaan dengan Rapat Kerja Kadin Bidang Hubungan Internasional di Grand Ballroom, Hotel Mandarin Oriental Jakarta, kemarin.
Ia mengatakan, Indonesia adalah negara yang memiliki banyak perjanjian perdagangan bebas. Sayangnya, daya saing Indonesia mulai melempem alias melemah dibandingkan dengan negara lain. “Di saat kita butuh investasi, di saat itu juga juga kita mulai kehilangan daya saing,” tegasnya.
Saat ini masih banyak peraturan pemerintah yang tidak jelas kepastian hukumnya. “Peraturan sering berubah-ubah. Ini yang sering sekali membuat investor berpikir ulang untuk investasi di Indonesia,” ungkapnya.
Shinta mengatakan, koordinasi pemerintah pusat dan daerah juga kerap menjadi batu sandungan investasi dan daya saing industri lokal. “Keselarasan antara peraturan perundangan di tingkat nasional dan daerah masih kurang. Padahal itu penting demi menjamin kepastian usaha dan iklim investasi,” tuturnya.
Menurutnya, investasi asing merupakan faktor kunci jika ingin memajukan ekonomi dan memberikan lebih banyak lapangan pekerjaan untuk masyarakat. “Makanya perlu ada suatu diskusi terbuka antara pemerintah dan pengusaha untuk mengatasi hal ini, dan di situlah peran PPD,” kata Shinta.
Ia menjelaskan, PPD merupakan wadah dialog antara pemerintah dan pengusaha untuk saling menyampaikan aspirasi, tantangan hingga pengalaman. “Dari PPD bisa menghasilkan solusi yang dapat diterapkan dan memuat gagasan bersama, yang harus dilakukan secara rutin dan ditindaklanjuti baik oleh sektor publik maupun swasta,” ungkapnya.
Pelaksanaan PPD dapat dilakukan di tingkat lokal, regional, dan internasional oleh sektor atau kelompok industri yang menangani isu-isu yang luas atau spesifik. Kegiatan ini telah diimplementasikan oleh banyak negara, termasuk Vetnam yang telah tumbuh menjadi salah satu kekuatan baru ASEAN menyaingi Indonesia.
Beban Pajak
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong menyebutkan, ada beberapa masalah pokok yang menjadi hambatan investasi dan daya saing industri di Indonesia. Regulasi yang tumpang tindih menjadi sorotan.
Lembong mengatakan, besaran pajak yang dibebankan bagi industri juga tergolong cukup tinggi. “Top hambatan investasi ada lima, regulasi yang berubah serta tumpang tindih, juga ada keluhan soal pajak,” ujarnya di tempat yang sama.
Khusus dari sisi perpajakan, Lembong mencontohkan, beban pajak penghasilan untuk sektor industri cenderung masih tinggi. “Dengan beban pajak yang tinggi, akibatnya sektor industri Indonesia kurang berkembang,” ungkapnya.
Lembong menilai, perlu adanya perluasan basis pajak di luar industri, sehingga beban pajak di industri bisa diringankan. “Ada kebanyakan pajak kita dari pajak penghasilan usaha, dari korporasi, sampai 70 persen, kebanyakan ini dari sektor industri. Beban pajak industri ini terlalu berat. Pantas saja, industri enggak berkembang,” imbuhnya.
Ia menambahkan, usaha perburuhan termasuk perizinan tenaga kerja juga memperlambat laju investasi dan daya saing di Indonesia. “Lalu masalah izin pertanahan dan bangunan, serta infrastruktur dan peranan porsi investasi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga jadi penghambat,” tutupnya
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar