
Pemerintah menyiapkan penguatan serta pembaharuan sistem data dan informasi perpajakan untuk mengatasi berbagai tantangan dalam bidang perpajakan di Indonesia.
“Kita bicara mengenai pentingnya untuk membangun suatu core tax system, yaitu sistem data base dan informasi di perpajakan yang selama ini memang sudah membukukan upgrade berdasarkan tingkat perkembangan yang terjadi,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati seusai rapat koordinasi mengenai perpajakan di Jakarta.
Sri Mulyani menjelaskan penguatan sistem data dan informasi antara lain diperlukan karena telah terjadi peningkatan jumlah wajib pajak (WP) secara signifikan, yang diiringi dengan penambahan jumlah kantor pelayanan pajak di berbagai daerah di Indonesia.
“Jumlah pembayar pajak kita sudah lebih dari tiga kali lipat, jumlah kantor-kantor dari DJP, KPP, maupun Kanwil, juga sudah meningkat. Dan juga dari tingkat registrasi dari pembayar pajak, dan pengelolaan dari datanya, itu sudah makin membutuhkan suatu upgrade dari sistem TI,” katanya. Alasan lainnya, saat ini ada sejumlah tantangan administrasi perpajakan mulai dari pelaksanaan pertukaran data secara otomatis (AEOI) hingga proses pengisian data dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Tahunan secara elektronik.
“Kita makin meluaskan data base pajak kita, tax payer kita, dan bagaimana membuat suatu sistem keseluruhan mulai dari registrasi, pengisian SPT, sampai pada pembayaran pajak, auditing, sampai kepada di mana kita melakukan payment dan repayment kalau memang kita harus melakukan pengembalian,” ujarnya. Salah satu langkah awal pemerintah guna memperbaiki sistem perpajakan adalah dengan menyiapkan peraturan hukum, salah satunya melalui revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
“Kita bisa membuat suatu peraturan perundang-undangan yang bisa menuangkan kebutuhan untuk membangun core tax system atau sistem administrasi perpajakan yang baik, yang bisa memenuhi perkembangan perubahan yang sekarang ini terjadi dan yang akan datang,” kata Sri Mulyani. Menkeu mengharapkan proses awal dari penguatan dan pembaruan sistem perpajakan ini bisa dilaksanakan mulai Oktober 2017 sesuai dengan rencana awal yang sudah dibahas dalam sidang kabinet. “Diharapkan ini bisa dilakukan segera, karena sudah pernah dibahas dalam sidang kabinet, sehingga inisiatif itu sudah disampaikan kepada presiden dan menteri-menteri terkait. Inisiatif ini sudah dibuat draft-nya, jadi kita harap bisa selesai secepat mungkin, Oktober barangkali,” paparnya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, penguatan serta pembaharuan sistem data dan informasi perpajakan akan memberikan kemudahan serta menyederhanakan prosedur. “Jadi tujuan pembangunan sistem ini supaya lebih sederhana dan mudah. Kalau lebih sederhana dan mudah, secara teori akan meningkatkan minat atau kemauan orang untuk patuh pajak,” ujarnya. Menurut dia, selama ini persepsi yang ada sistem perpajakan di dalam negeri terlalu rumit dan berbelit-belit. Sehingga membuat orang enggan menjadi wajib pajak yang patuh.
“Dengan adanya kemudahan, orang akan mendapat insentif bahwa menjadi WP tidak sulit. Kedua, keandalan sistem itu tentu akan lebih menjamin akurasi, validitas, dan efektivitas dalam meningkatkan pengawasan dan penerimaan pajak,” ujarnya.
Genjot PPN di 2018
Di bagian lain, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menjanjikan tambahan penerimaan pajak dari sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp6,5 triliun untuk tahun anggaran 2018. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal menjelaskan, upaya yang akan dilakukan untuk mencapai tambahan Rp6,5 triliun dari usulan awal RAPBN 2018 adalah melalui perbaikan di kepatuhan. “Kita akan lakukan perbaikan di kepatuhan, melalui complex improvement plan untuk sektor PPN khusus di tahun depan,” katanya. Ia mengatakan rencana khusus yang akan dilakukan untuk menambah penerimaan PPN tersebut salah satunya melalui perbaikan pengisian faktur elektronik (e-faktur).
“Perbaikan e-faktur, mulai proses registrasinya diperbaiki lagi, kita juga cek lagi lubang-lubangnya dimana, karena masih ada ruang,” kata Yon. Dengan potensi tambahan tersebut, maka target penerimaan pajak nonmigas dalam RAPBN 2018 mengalami kenaikan dari Rp1.379,4 triliun menjadi Rp1.385,9 triliun. Rincian target pajak nonmigas sebesar Rp1.385,9 triliun itu dipenuhi dari PPh nonmigas Rp817 triliun, PPN dan PPnBm Rp541,8 triliun, PBB Rp17,4 triliun dan pajak lainnya Rp9,7 triliun. Sementara itu, target penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai ditetapkan sebesar Rp194,1 triliun yang terdiri dari penerimaan cukai Rp155,4 triliun, bea masuk Rp35,7 triliun dan bea keluar Rp3 triliun.
Dengan demikian, target penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2018 sesuai usulan baru ini adalah Rp1.615,9 triliun, sudah termasuk penerimaan dari PPh migas sebesar Rp35,9 triliun.
Sumber : detik.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar