Oktober 2017, tepat tiga tahun era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sejumlah catatan mengemukakan sebagai emuka evaluasi kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Di bi dang ekonomi, contoh, prestasi pemerintahan ini dinilai masih minus.
Memang, angka-angka ekonomi makro menunjukkan sisi positif. Misalnya, inflasi bisa dipangkas, suku bunga acuan rendah dan kurs rupiah relatif stabil. Pada saat bersamaan, pembangunan infrastruktur digelar dan mulai tampak wujudnya.
Persoalannya, nilai bagus ekonomi makro belum menggerakkan sektor riil secara keseluruhan. Bahkan peranan industri manufaktur terhadap ekonomi semakin melemah , sementara laju ekonomi secara umum mulai mandek.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), misalnya, mencatat kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun 2010 di posisi 22,04%. Angka ini turun men jadi 20,51% di 2016, dan pada kuartal I-2017 hanya 20,26%.
Namun di antara sekian kabar negatif industri manufaktur, geliat industri pariwisata membawa kabar baik. Indus- tri ini terus tumbuh dan memasok devisa besar .
Tahun lalu, sektor pariwisata menyetor devisa US $ 13,57 miliar, naik dari US$ 12,23 miliar pada tahun 2015. Nilai devisa ini kedua terbesar setelah devisa industri kelapa sawit yang mencapai US$ 15,97 miliar, dan mengalahkan devisa dari in dustri minyak dan gas.
Yang terang, secara umum rapor merah ekonomi Indonesia mulai disorot dan menuai nada sumbang dari sejumlah kalangan. “Pemerintah terlalu fokus di sektor komoditas,” ujar Mohammad Faisal, Di rektur Penelitian CORE Indo nesia, kemarin (17/10). “Inflasi yang turun sejak tahun 2012 bukan semata pemerintah berhasil mengendalikan harga pangan, melainkan perminta an masyarakat kata lemah,” Shinta W Kamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Investasi.
Shinta berharap, tahun terakhir kepemimpinan Joko wi- JK, pemeintah memastikan implementasi berbagai deregulasi ekonomi. Dia mencontohkan, janji penuruna harga gas industri sampai sekarang tak teralisasi.
Kepala Riset Koneksi Kapi tal Alfred Nainggolan menambahkan, pelaku pasar menunggu realisasi paket kebijakan ekonomi. “Kebijakan sudah ke-16, tapi belum ada bisa menghasilkan value yang added. Kalau (realisasi paket Inflasi kebijakan) belum terlaksana riil di 2019, confidence pasar pasti turun,” tutur Alfred.
Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perhubungan Carmelita Hartoto menilai ada prestasi patut dihargai dari pe merintah saat ini. Misalnya, pelayanan investasi semakin mudah. Alhasil, kini peringkat kemudahan berbisnis Indonesia naik menjadi 91.
Sumber : Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar