Judicial review (JR) alias peninjauan kembali UU 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang diajukan tiga perusahaan dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun pasal yang diuji, yakni Pasal 1 Angka 13, Pasal 5 Ayat (2), Pasal 6 Ayat (4), dan Pasal 12 Ayat (2).
Alat berat dinyatakan tak termasuk kendaraan bermotor. Bulldozer, excavator, traktor, dan dump truck tidak dapat dikenai pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Di balik putusan itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim Ismiati mengklaim, tren pembayaran pajak alat berat tetap positif. “Komunikasi yang baik antara kami dengan perusahaan, pembayaran pajak tetap saja,” ujarnya, kemarin.
Perusahaan, terang dia, tetap kooperatif membayar. Bahkan, ada yang baru membeli alat berat membayar hingga Rp 3 miliar. Padahal, ketika itu, gugatan di MK bergulir, namun perusahaan memenuhi kewajibannya.
Ismiati menjelaskan, ada sebanyak 5.878 kendaraan alat berat di Kaltim yang menjadi objek pajak. Dari jumlah itu, yang membayar sebesar 91,2 persen atau 5.287 unit. Sisanya, terang dia, terus ditagih dengan melalui pendekatan. Realisasi penerimaan pajak atas alat berat mencapai Rp 33 miliar. “Rata-rata segitu,” ujarnya.
Ismiati mengatakan, pemungutan pajak alat berat dilakukan secara official assessment. Tidak sama seperti pajak kendaraan bermotor. Pendaftaran dilakukan berdasarkan pendataan aktif oleh pemerintah daerah dan berdasarkan informasi wajib pajak. Perempuan berjilbab itu menginformasikan, tarif pajak kendaraan bermotor (PKB) untuk alat berat, semula 0,5 persen. Tetapi turun menjadi 0,2 persen dari nilai kendaraan.
Sekalipun bukan kendaraan bermotor, dasar memungut pajak alat berat karena dalam putusan MK tetap bisa dijadikan objek pajak. Pemerintah atau pembuat undang-undang agar melakukan perubahan UU 28/2009, khususnya terkait poin 2 dalam waktu tiga tahun sejak putusan itu dikeluarkan. Selama masa revisi sampai 3 tahun tersebut, PKB dan BBNKB atas alat berat masih dapat dipungut dengan UU yang lama.
Meski kewenangan pemungutan itu di pemprov, namun bukan seluruhnya dinikmati provinsi. Dalam UU 28/2009 sudah sangat jelas porsi pembagiannya. Pemprov menerima 70 persen dan pemerintah kabupaten/kota mendapat bagian 30 persen. “Itu (pajak alat berat) salah satu komponen PAD (pendapatan asli daerah). Sangat strategis mendukung APBD,” kata dia.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim Slamet Brotosiswoyo menuturkan belum tahu ada pungutan pajak setelah MA menyatakan alat berat bukan kendaraan bermotor lagi. Yang jelas, kata dia, dengan dicabutnya status kendaraan bermotor untuk alat berat membuat pengusaha alat berat bisa menyambung napas.
Pasalnya, di tengah turunnya harga batu bara, bisnis penyewaan alat berat sangat lesu. “Makanya, saya bilang jadi perpanjangan napas,” terangnya. Nah, pekerjaan rumah selanjutnya adalah sosialisasi putusan tersebut kepada berbagai pihak.
Jangan sampai, lanjut dia, di lapangan ada masalah karena miskomunikasi antar-petugas. Misal dari kepolisian dan Dinas Pendapatan Daerah. “Beberapa pengusaha Kaltim sudah ada yang meminta salinan putusan tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materiil Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk seluruhnya. Putusan Perkara Nomor 15/PUU-XV/2017 tersebut dibacakan Ketua MK Arief Hidayat didampingi para hakim konstitusi lainnya pada sidang pengucapan putusan, Selasa (10/10).
Terdapat tiga pemohon yang mengajukan ke MK. Yakni, Direktur PT Tunas Jaya Pratama Aking Soejatmiko (pemohon I), Direktur PT Mappasindo Yupeng (pemohon II), dan Direktur PT Gunungbayan Pratamacoal Engki Wibowo (pemohon III).
Sumber : prokal.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan Balasan