
Banyaknya perusahaan ritel yang menutup tokonya berdampak pada menurunnya pendapatan industri anggota Asosiasi Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI). Mereka mengaku hanya bisa pasrah.
Ketua AP3MI Susanto mengaku pasrah dengan fenomena tutupnya sejumlah toko ritel modern. Para pemasok tidak bisa berbuat banyak mengingat kondisi perekonomian yang memang sedang lesu.
“Kalau mereka toko ritel modern tutup, ya mau bagaimana lagi. Ekonomi kan tengah lesu,” kata Susanto di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, lesunya ekonomi dan daya beli sudah dirasakan para pemasok sejak lama. Hal ini dirasakan saat beberapa toko ritel modern menunda pembayarannya karena pendapatan yang kurang bagus.
“Untuk mengatasi meredupnya popularitas pasar ritel modern, para pemasok saat ini tengah berupaya mencari solusinya,” ujarnya Susanto.
Ia mengimbau, agar para pemasok mulai menyesuaikan diri dengan kondisi perekonomian serta menggali terus peluang pasar yang ada. “Intinya kami harap supplier dapat beradaptasi dengan lingkungan baru, terus berinovasi, serta mencari koneksi. Yang penting terus semangat,” tutupnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, tutupnya sejumlah gerai ritel di Indonesia belakangan ini sebagai dampak dari kinerja industri yang stagnan. “Untuk itu ritel sebenarnya perlu melakukan redefinisi pasar,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, ada dua hal yang bisa dilakukan pengusaha ritel. Pertama adalah memperbesar maupun mengganti format dagang, serta pindah ke lokasi yang lebih prospektif.
Biasanya toko ritel yang menyediakan fasilitas belanja online bisa bertahan. “Pengelola toko juga harus jeli dalam mengobservasi serta mengkaji ulang lokasi toko, sehingga bisa memperoleh dampak yang lebih signifikan,” katanya.
Ia mengatakan, pola yang ditemui pada toko-toko ritel yang akan tutup biasanya sama, yakni turunnya pendapatan yang tidak bisa digunakan untuk menutup biaya operasional. “Tapi bagaimana pun perubahan harus dilakukan, karena ritel harus tetap hadir memenuhi kebutuhan masyarakat,” ucap Roy.
Tidak Lepas Tangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku masih bingung dengan banyaknya toko ritel yang berguguran. Sebab, berdasarkan laporan selama ini setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sektor ritel terus meningkat. Bekas Direktur Bank Dunia ini menegaskan, pemerintah tidak lepas tangan.
Menurut Sri Mul, pemerintah mencermati banyaknya industri ritel yang kinerjanya semakin lesu, termasuk Lotus yang baru saja menutup gerai. “Tentu hal seperti ini diharapkan tidak terus terjadi dan ke depan industri ritel bisa kembali kuat,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Ia tidak menampik, salah satu faktor terkuat yang membuat gerai-gerai ritel tutup yakni karena tergerus digitalisasi. Saat ini banyak bisnis yang mulai menggunakan platform online.
“Kita terus memonitor perubahan ekonomi yang diakibatkan suatu era digitalisasi. Dengan kenaikan PPN dari industri ritel seharusnya menunjukkan ada konsumsi dan pertumbuhan ritel,” katanya.
Dia menegaskan, pemerintah tak akan berdiam diri dan akan mencari solusi. Apalagi, peran ritel yang sangat penting sebab banyak membantu memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Kami akan terus memantau dan merespons dengan berbagai aturan, baik dari sisi belanja negara, perpajakan maupun penerimaan negara,” tukasnya.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, banyaknya penutupan gerai ritel belakangan ini diakibatkan peralihan cara beli masyarakat dari konvensional menjadi online melalui berbagai e-commerce. “Misalnya kan shifting. Yang lain juga shifting,” ucap Airlangga.
Airlangga berpendapat, pentingnya bagi perusahaan untuk kembali mengkaji lokasi pendirian gerai. Pasalnya, tidak ada syarat lain selain lokasi untuk bisa mempertahankan bisnis ritel di tengah ramainya bisnis e-commerce. “Kalau industri itu syarat pertama lokasi, kedua lokasi, ketiga lokasi,” jelasnya.
Untuk diketahui, setelah Ramayana dan Matahari, Lotus Departement Store pun akan menutup beberapa tokonya pada akhir bulan ini.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar