Manajemen Komunikasi Pemerintah dan Dunia Usaha

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo yang dihubungi Investor Daily secara terpisah di Jakarta, kemarin, mengemukakan, kecemasan soal pajak yang melanda dunia usaha terjadi karena dua hal. Pertama, akibat pemahaman yang kurang utuh tentang kebijakan perpajakan.

Kedua, karena kurang baiknya manajemen komunikasi pemerintah kepada dunia usaha dalam mengimplementasikan kebijakan perpajakan. “Dari kedua hal itu, muaranya sepertinya ada di manajemen komunikasi,” tutur dia.

Dia menjelaskan, pemerintah kurang piawai membaca isu yang berkembang. Ketika masyarakat menghadapi beban yang berat akibat perlambatan ekonomi, pajak pun menjadi masalah sensitif. “Sayangnya, itu ditambah manajemen komunikasi yang buruk,” tandas dia.

Yustinus mengungkapkan, persepsi yang kurang utuh para pengusaha dan masyarakat terhadap suatu kebijakan pajak terjadi karena pemerintah tidak melakukan dialog atau memberikan prolog yang baik. Salah satu contohnya adalah penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 169/PMK 010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal (Debt Equity Ratio/DER) Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan yang ditetapkan dan diundangkan pada 9 September 2015.

“Itu artinya, pemerintah secara resmi kembali menerapkan ketentuan pembatasan rasio DER 4:1, lebih longgar dari patokan terdahulu 3:1,” ujar dia.

Karena aturan tersebut, menurut Yustinus, bank justru menjadi lebih berhati-hati menyalurkan kredit ke pengusaha (sektor riil). Sebaliknya, pengusaha salah paham dan menganggap aturan itu terlalu longgar. Akibatnya, mereka tak mau meminjam ke bank karena takut terbebani bunga tinggi. “Karena kredit melambat, perekonomian nasional pun kurang bertumbuh dengan baik,” kata dia.

Yustinus juga mencontohkan kurang baiknya manajemen komunikasi pemerintah ketika menerbitkan PP No 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, pekan lalu. Pemerintah tidak memberikan pengertian yang baik kepada para pengusaha tentang dampak positif dan negatif yang bisa muncul.

Dia menambahkan, karena telah menerima keuntungan dari bisnisnya, wajar saja jika pengusaha diwajibkan membayar iuran maupun pajak baru sebagai kompensasi atas dampak negatif yang muncul di lingkungannya. “Ini sama dengan bisnis rokok dan minuman keras yang juga harus membayar cukai,” tegas dia.

Sumber : beritasatu.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar