
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak sepanjang tahun 2017 sebesar Rp 1.151 triliun. Capaian tersebut belum mencapai target yang ditetapkan. Namun demikian, bukan berarti jelek. Karena, penerimaan tersebut mengalami kenaikan dibanding tahun lalu.
Pemerintah menentapkan target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun. Artinya, realisasi pajak 2017 hanya tercapai sekitar 89,7 persen dari target.
“Walau tidak sesuai target, realisasi tersebut tumbuh sebesar 4,08 persen jika dibanding dengan realisasi penerimaan pajak tahun 2016 yang terkumpul realisasi Rp 1.105,97,” ungkap Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakhpahan di Jakarta, kemarin.
Robert memaparkan lebih detail capaian pajak tersebut. Diterangkannya, berdasarkan jenis pajak, penerimaan PPh (pajak penghasilan) non migas tercatat Rp 596,89 triliun. Realisasi tersebut turun jika dibanding tahun sebelumnya mencapai Rp 630,11 triliun.
Menurutnya, pertumbuhan tersebut minus disebabkan pada tahun 2016 ada efek kebijakan pengampunan pajak sehingga PPh non migas tinggi.
Pertumbuhan minus lain, lanjut Robert, terjadi pada PBB (pajak bumi dan bangunan) dan pajak lain. PBB hanya memberi kontribusi sebesar Rp 16,77 triliun atau turun 13,74 persen dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan, pajak lainnya memberikan kontribusi Rp 6,75 triliun atau tumbuh minus Rp 16,78 triliun.
Untuk PPN (pajak pertambahan nilai) dan PPnBM (pajak penjualan barang mewah), Robert menyebutkan, kedua jenis tersebut menyumbang penerimaan Rp 480,73 triliun. Angka tersebut tumbuh 16,62 persen. Kemudian, dari PPh migas sebesar Rp 49,96 triliun. Angka ini tumbuh 38,40 persen.
“Secara total penerimaan pajak tumbuh 4,08 persen. Kalau kita keluarkan pendapatan tidak berulang (tax amnesty dan lain-lain) tumbuh 15,85 persen,” ungkapnya.
Robert melihat pertumbuhan penerimaan negara dari pajak disebabkan karena membaiknya indikator ekonomi dan adanya perbaikan sektor komoditas seperti pertambangan dan perkebunan.
Terkait peningkatan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak di tahun 2017, Robert mengungkapkan, pihaknya mencatat ada 12,05 juta Wajib Pajak menyampaikan SPT(surat pemberitahuan) dari total 16,6 juta Wajib Pajak yang wajib menyampaikan SPT. “2016 pembayaran pajak pribadi negatif 35,66 persen, 2017 tumbuhnya 47,32 persen. Kami pikir ini dampak positif dari tax amnesty,” ujarnya.
Robert menuturkan, pihaknya menargetakn kepatuhan pembayaran pajak sebesar 75 persen dari total wajib pajak. Dari target tersebut realisasinya sebesar 72 persen. Jumlahnya sekitar 12.051.362 wajib pajak.
Namun demikian, angka tersebut turun dari jumlah tahun lalu sebesar 12.735.463 wajib pajak. “Tapi kalau dilihat dari presentase ini meningkat yaitu 96,80 persen. Tahun lalu kepatuhan hanya 87,11 persen,” ucapnya.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama optimistis kinerja penerimaan pajak tahun ini bisa lebih baik.
Hestu menilai, ada beberapa momentum yang bisa mendorong kinerja penerimaan tahun ini. Antara lain adanya perbaikan basis data pengampunan pajak dan implementasi Automatic Exchange of Information (AEoI).
“Hal ini akan menjadi landasan kuat untuk meningkatkan penerimaan dan di satu sisi juga mengerek rasio pajak ke depannya,” ujarnya.
Tak hanya itu,Hestu menuturkan, proses reformasi yang dilakukan di tubuh otoritas pajak juga bakal menghadirkan dinamika tersendiri dalam proses pemungutan pajak.
Cakupan reformasi pajak, disebutkannya menjangkau aspek pembenahan regulasi, proses bisnis, sistem informasi dan teknologi, serta peningkatan sumber daya manusia, akan sangat membantu menutup celah yang selama ini berakibat pada lemahnya pemungutan pajak.
“Extra effort juga tetap dilakukan, tapi kami laksanakan tugas dan fungsi sesuai ketentuan. Tentunya dengan komunikasi dan pemberian pemahaman yang baik kepada wajib pajak,” jelasnya
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar