Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan berhasil menyelamatkan aset Negara sebesar Rp 26,7 miliar dari pengungkapan tindak pidana penerbitkan faktur fiktif oleh wajib pajak. Nilai penyelamatan itu diperoleh dari barang bukti asset pelaku yang telah disita oleh penyidik dan dirampas untuk negara.
Sedangkan pelaku bernama Amie Hamid telah mendapat hukuman dari majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan selama empat tahun enam bulan dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan atas perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU). Vonis dijatuhkan pada Senin (8/1).
“Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah menyidangkan dan menjatuhkan putusan dengan seadil-adilnya dalam perkara ini,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu (10/1).
Sebelumnya, barang bukti asset termasuk rumah, apartemen, gedung olah raga, kos-kosan, vila, ruko, kios, mobil, motor, uang kas dan barangbarang elektronik senilai total Rp 26,9 miliar telah disita oleh penyidik dan dirampas untuk negara.
Putusan TPPU ini merupakan hasil dari pengembangan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, berupa penjualan faktur yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, yang dilakukan oleh terdakwa Amie Hamid.
Untuk perkara ini, yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman pidana penjara selama dua tahun enam bulan serta denda sebesar Rp 246 miliar. Direktorat Jenderal Pajak juga menyampaikan penghargaan atas kolaborasi dan bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang telah menunjukkan bukti nyata sinergi antar lembaga penegak hukum serta berkomitmen untuk menegakkan keadilan dan kepatuhan hukum, termasuk di bidang perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak mengimbau seluruh masyarakat/wajib pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakan dengan benar, dan tidak melakukan perbuatan tercela seperti mengurangi penghasilan yang dilaporkan, atau mencari keuntungan yang tidak sah dari proses perpajakan seperti menerbitkan atau menggunakan faktur pajak fiktif.
“Melakukan pidana pajak merugikan kepentingan bersama dan menghambat upaya pemerintah dalam membangun ekonomi Indonesia, termasuk dalam mengurangi kemiskinan dan kesenjangan,” kata Hestu.
Sumber : beritasatu.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar