Impor Beras Terus, Kapan Mau Swasembada?

Pemerintah kembali akan melakukan impor beras sebanyak 500.000 ton. Kebijakan ini dinilai tidak sesuai dengan keinginan pemerintahan Jokowi untuk menjaga kedaulatan pangan dan swasembada beras.

“Lha kalau impor terus kapan mau swasembada beras dan mencapai ketahanan pangan?” tanya pengamat kebijakan publik Zulfikar Ahmad kepada Harian Terbit, Sabtu (13/1/2018).

Menurut Zul, panggilan akrabnya, seharusnya pemerintahan Jokowi sejak awal berusaha untuk mencapai swasembada beras. Antara lain mendorong petani menanam padi, menciptakan dan memperluas lahan untuk pertanian, juga membantu petani agar semakin terdorong untuk melakukan pananaman, antara dengan memberikan subsidi pupuk, benih, dan lainnya.

Gagal

Sementara itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih menilai pemerintahan Jokowi-JK telah gagal menjaga kedaulatan pangan. Dilihat dari melambungnya harga beras di banyak daerah di Indonesia serta kebijakan pemerintah yang akan melakukan impor beras sebanyak 500.000 ton dari Thailand dan Vietnam.

Untuk itu, Henry meminta Presiden Joko Widodo untuk segera mengevaluasi kementerian dan lembaga yang tak berhasil wujudkan kedaulatan pangan, dalam hal ini Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan.

“Tentu kita masih ingat janji Mentan (Menteri Pertanian) Amran Sulaiman yang siap mundur apabila Indonesia gagal swasembada pangan, nah ini kita impor 500 ribu ton beras berarti kan gagal swasembada,” kata Henry dalam keterangan resminya (12/01) dilansirMerdeka.com.

Menurutnya, Kementerian Pertanian harus bisa menjalankan semangat Nawacita pemerintahan Jokowi-JK. Terlebih lagi, impor beras disinyalir menjadi bisnis besar. Dengan demikian, dia mengimbau agar pemerintah harus segera membentuk Badan Pangan Nasional yang jadi mandat di UU Pangan.

“Impor beras 500 ribu ton itu bukan sedikit. Jika keuntungan per kilogramnya saja dikalikan saja Rp 100, sudah berapa itu duitnya, banyak yang mengambil untung dari rente,” imbuhnya.

Lahan Sawah

Sementara itu, pengamat pangan Ali Birham mengakui saat ini luas lahan sawah di Jawa semakin berkurang. Tidak heran untuk menutupi semakin berkurangnya lahan pertanian yang ujungnya produktivitas pangan yang menurun seperti beras maka pemerintah mengimpor beras dari luar negeri.

Selain berkurangnya lahan, produktivitas juga menurun karena pengginaan pupuk kimia (urea) yang terus menerus. Ditambah juga jumlah penduduk yang semakin bertambah.

“Penduduk bertambah (tidak ada KB) sehingga kebutuhan akan meningkat tajam dari tahun ke tahun maka wajar harus impor pangan atau beras,” jelasnya.

Birham menuturkan, impor beras memang dilema. Karena jika tidak dilakukan maka harga beras akan semakin melambung tinggi. Sehingga tidak ada upaya lain selain harus mendatangkan beras dari luar negeri. Birham mengakui, ketika awal-awal mereka memang banyak variable sebagai bahan pengganti beras seperti jagung, singkong, dan sagu. Namun saat ini bahan pangan pengganti itupun semakin minim dan harganya ikut naik.

“Makanya harus ada tindakan segera untuk mengatasi kerawanan pangan.Penggunaam pupuk organik dan penciptaan lahan baru mungkin bisa menjadi solusi,” paparnya.

Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita menyatakan, impor beras khusus sebanyak 500.000 ton dari Vietnam dan Thailand pada akhir Januari nanti dilakukan tanpa menggunakan dana APBN.

Sumber : harianterbit.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar