
Kebijakan pemerintah mengimpor beras akhir bulan ini mendapat penolakan dari kalangan DPRD Jawa Tengah.
Menurut anggota Komisi B DPRD Jateng Riyono, impor beras menjelang masa panen raya akhir Januari hingga Februari ini dinilai tidak tepat.
“Impor beras tersebut akan merugikan petani lokal yang berimbas pada jatuhnya harga beras lokal. Itu sama saja dengan membuat petani menjadi miskin dan makin menangis,” katanya kepada wartawan, Rabu (17/1).
Menurut Riyono, adanya impor beras saat panen memicu harga gabah turun. Akibatnya, petani yang dirugikan.
“Itu merupakan balasan yang tidak adil dari pemerintah kepada petani yang sudah membanting tulang bekerja keras untuk tersedianya kebutuhan pangan bagi bangsa ini,” ujarnya.
Riyono menjelaskan, rencana impor beras sebanyak 500 ribu ton akan berdampak pada petani, khususnya di Jateng yang telah dicanangkan sebagai lumbung pangan nasional dengan program peningkatan produksi dan pemasaran beras unggulan.
Saat ini, berdasarkan data Kementerian Pertanian, Indonesia mengalami surplus beras sebesar 329 ribu ton pada Januari 2018. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut sepanjang 2017 produksi beras mencapai 2,8 juta ton, sementara tingkat konsumsi beras sekitar 2,5 juta ton.
“Kami meminta agar pemerintah tidak melakukan impor beras karena akan merusak harga beras lokal serta harga gabah petani menurun menurun,” beber Riyono.
Lanjut Riyono, jika mau melakukan impor beras pemerintah seharusnya membuat perencanaan matang dengan menggunakan sumber data yang baik dan valid. Dengan melibatkan unsur-unsur terkait di dalamnya seperti Bappenas, BPS, menteri keuangan, menteri pertanian, dan menteri perdagangan harus duduk bersama merumuskan kebijakan.
“Dengan semangat untuk menjaga ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani, sehingga rencana impor tidak akan merugikan dan membuat petani semakin sengsara,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar