
Awal 2018 perekonomian Indonesia diwarnai dengan dinamika harga beras yang merangkak naik. Hal ini menjadi batu sandungan bagi upaya akselerasi perekonomian tahun ini.
Kenaikan harga yang cukup tinggi mendesak pemerintah untuk melakukan stabilisasi. Kebijakan impor beras akhirnya dieksekusi sebagai exit strategy jangka pendek mengatasi lonjakan harga. Namun upaya tesebut dinilai tidak efektif.
Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan, impor beras yang dilakukan pemerintah awal tahun tidak efektif. Seharusnya, jika mau impor di Oktober, sehingga ketika paceklik seperti awal 2018 maka beras sudah ada.
“Ini langkah terlambat karena impor datang pertengahan tahun. Febuari itu sudah panen raya,” tuturnya, di Kantor INDEF, Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Dengan demikian, lanjut Enny, impor beras awal tahun ini sudah hampir tidak bisa menstabilkan harga. Lebih baik impor menjadi tambahan cadangan beras Perum Bulog. “Kita harap beras impor secara bertahap digelontorkannya, jangan sekaligus karena bisa menurunkan pendapatan petani,” tuturnya.
Ke depan, lanjut Enny, pemerintah tidak lagi mengklaim surplus beras sebelum melakukan pendataan produksi beras secara faktual dan sistematis. Pasalnya, beras merupakan penentu utama stabilitas perekonomian Indonesia.
“Jadi pengelolaan pemenuhan dan stabilitas harga pangan harus diselesaikan. Jika tidak dan terus bergejolak maka upaya pemulihan daya beli masyarakatnya terhambat,” tuturnya.
Sumber : okezone.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar