![]()
Beberapa kalangan memproyeksikan harga minyak mentah sepanjang tahun ini berada di atas level US$60 per barel. Bahkan, harga minyak cenderung akan menguat secara perlahan.
Indonesia sebagai importir minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) akan terdampak terhadap penguatan harga minyak. Dampak langsung tersebut tentu terhadap harga BBM di tingkat eceran. Kenaikan harga BBM tentu akan berdampak langsung terhadap naiknya inflasi di dalam negeri.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mewaspadai kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia. Setidaknya, pemerintah perlu menyiapkan beberapa skenario sehingga bisa langsung mengambil langkah antisipasi terhadap kenaikan harga minyak terutama mencegah inflasi yang liar.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rofi’ Munawar mengingatkan pemerintah untuk melakukan antisipasi terhadap tren kenaikan harga minyak dunia yang menyentuh US$60 per barel dalam 3 bulan terakhir.
Menurutnya, Harga International Crude Price (ICP) berpotensi mendorong pembengkakan subsidi energi nasional. Hal tersebut bisa terjadi pada 2018, dimana besaran subisdi BBM dan LPG 3 kg pada 2017 menjadi Rp47 triliun dari target APBNP Rp44,5 triliun.
“Kenaikan harga minyak dunia dipengaruhi oleh banyak faktor, utamanya dari sisi eksternal seperti situasi geopolitik dan komitmen pembatasan produksi minyak global dari negara produsen. Menyikapi kondisi tersebut perlu strategi yang cermat dan jitu dari pemerintah dalam mengelola subsidi energi,” ujar Rofi’ dalam rilisnya, Kamis (25/1/2018).
Rofi meminta pemerintah segera merumuskan formula dan strategi yang tepat dari setiap kenaikan angka ICP yang berkembang. Terlebih kenaikan ICP secara faktual tidak sesuai alokasi anggaran energi yang telah dipatok pada Anggaran Peneriman Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 46 ribu barel per hari.
Selain itu dirinya juga meminta pemerintah secara efektif meningkatkan produksi migas nasional. Dia menilai cukup banyak lapangan minyak yang pengelolaannya di tahun 2018 dalam fase terminasi dan transisi.
“Kenaikan harga minyak dunia harus mampu dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai peluang untuk mengungkit penerimaan negara. Meski dengan tentu saja secara hati-hati menjaga konsumsi BBM yang tetap proporsional, ujarnya.
Dia menambahkan, harga minyak yang lebih tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, terutama jika belanja konsumen terdampak langsung. Padahal daya beli dan konsumsi selama ini menjadi tulang punggung menggerakan ekonomi nasional.
“Indonesia saat ini menghadapi penurunan cadangan energi fosil khususnya minyak bumi, ini terus terjadi dan belum diimbangi dengan penemuan cadangan baru. Disisi lain, konsumsi energi terus meningkat,” lanjut Rofi.
Rofi menjelaskan bahwa dengan kondisi itu Indonesia rentan terhadap gangguan yang terjadi di pasar global khususnya produk minyak bumi yang dipenuhi dari impor. Menurutnya, energi baru terbarukan (EBT) merupakan solusi yang harusnya bisa didorong oleh pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan akan energi.
Sumber : bisnis.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar