![]()
Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mengkritik aturan pajak yang tengah dibahas pemerintah karena hanya menyasar jual beli online dengan basis platform market place. Mereka ingin pemerintah menciptakan keadilan dalam beleid tersebut dengan menerapkan pajak serupa untuk jual beli online di media sosial.
Ketua Umum idEA Aulia Marinto mengatakan, transaksi jual beli online bukan hanya terjadi di market place. Dia menyebut, transaksi jual beli online paling banyak justru terjadi di media sosial seperti Facebook dan Instagram. Porsinya pun mencapai 43 persen atau lebih besar dari transaksi jual beli online di market place seperti Tokopedia dan Bukalapak yang hanya 16 persen.
“Perlakuan yang sama antara e-commerce marketplace dan sosial media dengan yang kehadirannya bahkan tidak di negara ini. Jangan karena kantor ada di sini tapi tidak terjangkau aturan. Itu karenanya harus ada aturan yang sama supaya bisa menjangkau semua,” kata Aulia di Jakarta, Selasa (30/1/2018).
Sementara itu, para penjual (seller) di market place selama ini sudah pajak pertambahan nilai (PPN) untuk produknya atau beriklan di market place. Selain itu, pihak market place pun selalu taat membayar PPN dan pajak penghasilan (PPh) ke pemerintah, termasuk saat menerima pendapatan dari iklan yang masuk.
“Seller apa tidak bayar pajak? Bayar kalau di market place. Kesannya market place tidak bayar pajak. Saya berkali-kali meng-clear-kan ke pemerintah, kalau ada iklan kami pasti bayarkan PPN atau PPh ke pemerintah. Kenapa aturan ini mengatur ke market place saja?” tanya Bima Laga, Ketua Bidang Pajak, Cybersecurity, Infrastruktur idEA.
Bima khawatir ketiadaan pajak untuk jual beli online di media sosial menciptakan celah (loophole) sehingga para penjual online akan pindah menggelar lapak dagangannya dari market place ke media sosial. Padahal, kata dia, media sosial tidak memiliki sistem yang jelas dan akuntabel sehingga tidak aman. Selain itu, pemerintah pun kesulitan untuk melakukan pengawasan.
“Kalau misalnya ini diterapkan dampak sosialnya shifting ke platform yang notabene tidak dijagain dalam arti pengolekan dan pembayaran pajaknya,” kata Bima.
Perpindahan ini, kata Bima juga akan berdampak negatif pada market place karena penjual dan pembeli tidak lagi berminat menjual di market place. Jumlah kunjungan pun aka sepi, padahal banyak perusahaan market place di Indonesia sudah berinvestasi dalam jumlah yang besar. Ujungnya, pemerintah pun rugi karena tidak mendapatkan apa-apa.
“Sedangkan market place yang ada di Indonesia punya investasi dan impact yang tidak sedikit. Mereka yang sudah berusaha menerapkan ekonomi digital dan sebagainya itu juga harus dipikirkan,” ujarnya.
Sumber : inews.id
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar