
Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (DPP Organda) berharap pemerintah menerapkan sistem pemotongan atau pemungutan pajak (witholding tax) berupa pajak penghasilan (PPh) kepada para pengemudi taksi online.
Sekretaris Jenderal DPP Organda, Ateng Aryono mengatakan, penerapan pajak tersebut untuk menciptakan kesetaraan dengan taksi konvensional yang memiliki trayek. Pasalnya, selama ini para supir taksi konvensional membayar pajak melalui perusahaan pengelola taksi konvnsional.
“Selama ini kebanyakan pengemudi online menjadikan profesi tersebut hanya sebagai usaha sampingan saja. Itulah penyebab kenapa pengemudi angkutan konvensional sejak adanya pengemudi angkutan online selalu diprotes hingga kini,” kata Ateng dalam pernyataan resminya di Jakarta, Selasa (30/1/2018) . Ateng menyebut, pajak ini di luar pajak mobil yang dibayar setiap tahun kepada pemerintah daerah.
Ateng mengatakan, dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 tentang taksi online, perusahaan yang membawahi taksi online diwajibkan membentuk koperasi. Tujuannya dibentuk koperasi ini sebagai badan hukum yang menaungi para pengemudi taksi online sehingga urusan terkait perpajakan sudah menjadi tugas dari koperasi tersebut.
“Kalau sewa angkutan khusus atau biasa dikenal taksi online masuk di koperasi, koperasinya yang bertanggung jawab membayar pajaknya,” kata Ateng.
Untuk pajak pertambahan nilai (PPN), Ateng mengakui taksi konvensional tidak dibebankan pembayaran pajak jenis ini setiap melakukan transaksi. Namun, PPN dikenakan terhadap kendaraan meskipun tarif PPN yang dikenakan tersebut lebih rendah daripada kendaraan biasa.
“Karena plat kuning dan resmi maka tidak kena PPN, kecuali plat hitam, baru kena pajak. Tapi untuk pajak kendaraannya karena ini plat kuning, dari pemda dapat diskon,” ucap Ateng.
Sumber : industry.co.id
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar