JAKARTA. Ekspor buah pinang Indonesia tertekan. Selain karena kebijakan biaya masuk yang tinggi dari negara tujuan, ekspor buah pinang juga makin kecil karena adanya larangan impor pinang dari Pakistan.
Padahal, selama setahun, Indonesia rata-rata mengekspor buah pinang rata-rata sebesar 300.000 ton. Sedangkan produksi buah pinang Indonesia per tahun rata-rata sebesar 350.000 ton.
Sejak 2016, Indonesia paling banyak melakukan ekspor pinang ke Pakistan, Thailand, India, Singapura, dan Myanmar. Ekspor pinang masih terbatas dilakukan dalam bentuk buah yang telah dikeringkan, dalam keadaan utuh (bulat) atau dibelah. Sayangnya dalam empat bulan terakhir, ekspor pinang Indonesia ke negara-negara tersebut semakin sulit.
Menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Iindustri Indonesia (Kadin) Sumatra Barat Ramal Saleh, sekarang Indonesia tidak bisa mengekspor pinang ke Pakistan karena adanya larangan dari Pemerintah Pakistan. “Pemerintah Pakistan banned impor pinang,” ujar Ramal ke KONTAN, Rabu (28/2).
Sementara negara tujuan ekspor pinang yang lain seperti India dan Bangladesh juga mempersulit ekspor pinang dengan menerapkan bea masuk yang tinggi, sekitar 108%. Bea masuk yang tinggi tidak hanya menjadi mahal sehingga daya saing mennurun.
Padahal, menurut Ramal, India, Bangladesh, dan Pakistan merupakan negara utama tujuan ekspor pinang Indonesia. “Pinang adalah hasil kebunan rakyat, bila tersumbat ekpsornya, hilanglah pencarian lebih kurang 300.000 orang yang tersebar di Sumatra Barat, Jambi, Riau, Sumatra Utara, dan Aceh,” jelas Ramal.
Pasal Lokal Minim
Menurut Ramal, petani pinang memilih ekspor karena permintaan pinang di dalam negeri masih minim. Apalagi sampai saat ini, harga pinang sangat berfluktuatif. Harga buah pinang berfluktuasi tergantung pada permintaan dan tingkat kualitas buah pinang yang dihasilkan.
Ramal bilang, terkadang petani mengeluhkan hasil panen menurun yang diikuti oleh anjloknya harga. Di tingkat petani, harga pinang terendah bisa mencapai Rp 3.000 per kg dan tertinggi Rp 20.000 per kg.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Sumatra Barat (Sumbar) Oyon Syafei mengatakan, sampai saat ini, pemerintah masih belum memberikan perhatian serius untuk pengembangan buah pinang. Padahal buah pinang merupakan salah satu komoditas ekspor yang seharusnya dikelola dengan baik. “Sampai sekarang petani masih minim informasi terkait harga pinang di pasar global,” ujar Rabu (29/2).
Oyon bilang, pedagang selama ini tidak mengetahui harga pasti dari buah pinang. Karena itu, harga buah pinang sangat fluktuatif tergantung pada pembeli. Yakni di harga Rp 3.000 per kilogram (kg) hingga harga Rp. 8.000 per kg.
Kepala Balai Penelitian Tanaman Palma Kementerian Pertanian Ismail Maskromo mengatakan, pasar pinang di Indonesia masih kecil. Itulah sebabnya masyarakat lebih suka ekspor. “Kalau pinang itu potensinya diekspor, karena dalam negeri konsumsinya hanyalah pinang-pinang muda,” ujar Ismail.
Guru Besar IPB Dwi Andreas mengatakan, Pakistan melarang masuknya pinang karena dianggap menimbulkan pengaruh buruk pada kesehatan. Untuk mengatasi ini pemerintah harus memberikan data-data terkait pinang agar tak menimbulkan salah persepsi. “Indonesia bisa membantah karena punya data kuat dan itu sangat diperbolehkan di perdagangan internasional,” ujar Dwi.
Sumber: Harian Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan Balasan