JAKARTA. Minimnya realisasi penerimaan perpajakan memicu kekhawatiran seretnya aliran kas atau cash flow keuangan pemerintah. Apalagi di akhir tahun ini, pemerintah berencana untuk mendongkrak realisasi penyerapan anggaran dan membiayai berbagai proyek infrastruktur.
Pengamat Ekonomi LIPI Latif Adam mengatakan, arus kas pemerintah akan bermasalah jika penerimaan pajak tidak tercapai, dan belanja anggaran terbilang tinggi. “Kami dari awal sudah memperingatkan adanya masalah di sisi penerimaan,” katanya, Selasa (25/8).
Seperti diketahui, pemerintah memperkirakan kurangnya target penerimaan atau shortfall pajak sampai akhir tahun ini sebesar Rp 120 triliun. Bahkan sumber KONTAN menyebut, shortfall penerimaan pajak tahun ini bisa mencapai lebih dari Rp 200 triliun. Kondisi inilah, yang menurut Latif, akan memaksa pemerintah memperbesar komitmen utang baru.
Namun dengan realisasi penyerapan anggaran yang masih belum maksimal, kekhawatiran seretnya arus kas pemerintah akibat penerimaan yang kurang, sedikit berkurang. Data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 menunjukkan, pendapatan negara yang terkumpul hingga 31 Juli 2015 mencapai Rp 771,4 triliun atau 43,8% dari pagu Rp 1.761,6 triliun.
Sementara dari pos belanja negara, realisasi sampai Juli 2015, mencapai Rp 913,5 triliun atau 46% dari pagu Rp 1.984,1 triliun. Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan, posisi cash flow pemerintah saat ini cukup aman. “Jumlahnya terjaga, mencukupi belanja yang lebih besar di triwulan III dan IV,” ujarnya, akhir pekan lalu.
Posisi arus kas pemerintah terbantu juga dengan pencetakan utang atau pembiayaan yang kini sudah tinggi, yaitu Rp 207,5 triliun atau 93,2% dari target 2015. Sementara penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) per 31 Juli 2015 mencapai 81,7% dari pagu atau sebesar Rp 243,2 triliun.
Askolani bilang, Kemkeu sangat konsen dengan kondisi arus kas pemerintah. Sehingga kementeriannya selalu memonitor secara lengkap realisasi anggaran, berikut posisi cash flow setiap bulan. Sehingga akan terlihat serapan pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), belanja pusat dan transfer daerah, serta pembiayaan dan SBN.
Utang sekarang, belanja tahun depan
Pemerintah akan mempercepat penerbitan utang untuk kebutuhan 2016 pada akhir tahun ini.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Robert Pakpahan mengatakan, usulan ini masuk dalam nota keuangan RAPBN 2016. Jika disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) akan mulai dilakukan di triwulan IV 2015, khususnya Desember 2015.
“Sepanjang tidak digunakan di 2015 sehingga kita sudah punya tabungan,” kata Robert, Senin (24/8). Mencari utang pada Desember, menurut Robert, tidak berisiko tinggi karena situasi pasar sepi sehingga yield alias imbal hasil turun.
Biasanya, pendanaan awal tahun didapat dari private placement, seperti dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Tahun lalu, pemerintah melakukan private placement dengan LPDP senilai Rp 12 triliun.
Dirjen Perbendaharaan Kemkeu Marwanto bilang, pembiayaan awal tahun bisa dari Saldo Anggaran Lebih (SAL). SAL untuk membiayai awal 2016 mencapai Rp 55,6 triliun, sedangkan belanja rutin awal tahun antara Rp 47 triliun-Rp 50 triliun. Oleh karena itu penarikan utang lebih awal akan dipakai untuk percepatan proyek 2016. “Kalau belanja proyek mulai awal tahun, SAL tidak mencukupi,” katanya.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar