Dirjen Pajak Mundur, Ini Wawancara dengan Sigit Pramudito

sigitBisnis.com, JAKARTA — Sesuai dengan janjinya, setelah dilantik 6 Februari, Sigit Priadi Pramudito mengundurkan diri dari jabatan dirjen pajak per 1 Desember 2015 karena tidak mampu mencapai target penerimaan pajak.

Beberapa saat sebelum ada pernyataan resmi dari menteri keuangan pada Selasa (1/12) malam, Bisnis sempat mewawancarai Sigit. Berikut kutipannya:

Tax Amnesty bagaimana Pak?

Tax amnesty ini penting. Pertama, untuk memperluas basis pajak. Kedua, untuk memperoleh penerimaan secara cepat dan besar. Sudah mulai diinisiasi sejak awal Januari, sejak Pak Wamen menjadi plt. dirjen pajak, ketika zaman saya menjadi dirjen pajak, dan ketika Juli, waktu saya pastikan ada shortfall Rp120 triliun, makinlah kebutuhan tax amnesty jadi ini semakin kuat.

Masalahnya, dari sisi pemerintah waktu itu melihat kelihatannya agak lama. Jadi waktu itu kita coba bawa ke DPR sekadar ngobrol, kira-kira bisa enggak ini. Ingin tahu saya.Ternyata DPR bilang lebih cepat dari yang kami perkirakan. Kami berharap itu bisa dilakukan tahun ini sehingga bisa menutupi defisit yang makin melebar.

Nah, sekarang menjadi inisiatif pemerintah dan kita akan membuat aturannya, RUU-nya, dan pihak DPR juga siap memasukkan ke Prolegnas 2015. Diharapkan mudah-mudahan di pertengahan Desember ini selesai karena memang agak praktis, simple sebetulnya. DPR sangat membantu di sini. Yang berkepentingan di sini Ditjen Pajak karena penerimaan tahun ini sangat luas shortfall-nya.

Mengenai peta jalan tahun rekonsiliasi pada 2017?

Pada awal-awal kami belum memperhitungkan shortfall, waktu Mei-Juni itu kami sudah dapat berita nanti pada 2018 sudah diberlakukan automatic exchange of information dimana kekayaan di perbankan itu harus di-declare apabila ada kepemilikan orang asing. Uang yang di luar negeri itu kita harapkan di-declare seperti hartanya orang Indonesia di Singapura.

Sebelum ke sana kan ada baiknya kita maju ke depan, kita lakukan tax amnesty tanpa menunggu untuk masa itu kan tarifnya pakai tarif umum. Kita coba ke sini sambil melakukan pengampunan pajak dengan memberikan uang tebusan apabila dia mau men-declare.

Pak Menteri juga di awal 2015 sudah keliling ke Singapura. Beliau dapat angka kurang lebih Rp3.000 triliun dana orang Indonesia parkir di sana. Kan sayang sekali. Kalau itu bisa dibawa ke Indonesia kan efeknya besar sekali.

Kita membutuhkan dana itu sekarang untuk memutar ekonomi yang sedang melambat. Pajak pun ternyata juga tersendat-sendat, dengan ekonomi yang melambat ini pajak juga melambat sebab kebijakan tentang pembukaan rekening bank pun batal.

Tarif tebusan?

Itu tergantung pembicaraan nanti, tapi ada tiga tahap. Kalau jadi Desember 2015 itu 2% atau 1,5%. Kalau tidak ya Januari–Maret 2% atau 4%, Maret – Juni 4%, Juni – Desember 6%.

Proses dengan DPR seperti apa?

Kondisinya memang kesepakatan kita, DPR akan membantu dalam mempercepat prosesnya. untuk menutup shortfall tahun ini karena reinventing tidak cukup. Hasilnya enggak cukup menutupi karena makin lebar , dengan apa lagi selain tax amnesty. Apalagi, tahun depan juga masuk sebagai bagian target penerimaan 2016. Tax amnesty wajib jadi, sudah diperhitungkan sebagai target.

Bagaimana dengan target penerimaan?

Kami upayakan 85%, tiap hari saya deg-degan. Saya sudah janji minimal akan tercapai 85%. Kita mati-matian berusaha, kita terapkan reinventing, terapkan imbauan, kita aktifkan semua, dinamisasi kita aktifikan juga. Kita mendinamisasi penerimaan tahun ini, PPh pasal 29 itu harus nihil. Kita hitung di sini, kita tagih di 2015. Bukan ijon namanya, dinamisasi.

Angka 85% itu hitungan sendiri?

Saya sendiri. Saya ngukur sendiri semua. Saya kumpulkan dari daerah-daerah. Hitungannya berubah-ubah jadi saya bingung. Pada Juli Rp120 triliun kurangnya, September Rp160 triliun, Oktober Rp195 triliun.

Sudah memperhitungkan tax amnesty?

Belum memperhitungkan tax amnesty, mudah-mudahan membesar jadi 90% syukur-syukur jadi 100%. Kalau di bawah 85% itu pertaruhan saya akan mengambil langkah sesuatu.

Kan saya bukan ditunjuk jadi Dirjen Pajak, tetapi saya melamar di samping juga target. Kan sama saja itu lamar jadi supir taunya nabrak, mesti ngapain itu. Kalau di bawah 80% betul-betul tidak bagus, saya pun juga malu karena saya sudah declare bahwa ini minimal akan tercapai 85%.

Dibandingkan dengan tahun kemarin, jika tercapai 85% itu tumbuhnya lumayan bagus sekitar 12%. Kalau udah di bawah 85% tidak berarti perbedaannya dengan tahun lalu, jadi saya tidak berbuat sesuatu. Tahun lalu kan kan tumbuhnya sekitar 7,8%. Sampai sekarang masih 4,9% per 8 november.

Maksudnya langkah sesuatu? Mundur?

Iya. Kami perkirakan nanti, kami negosiasi. Saya kan bukan ditunjuk tapi nge-apply kira-kira begitu. Hukumnya begitu. Kalau 80% kan sekitar 5% saja. Tumbuh sih pasti.

Penerimaan masih rendah, apa yang salah?

Ya pertumbuhan ekonominya kan memang sedang menurun, terus kembali paling sulit itu kan kita harus melihat tax ratio, tiga unsur, wajib pajak, pemerintah dan DJP.  Angka 11% itu menyedihkan, something wrong dengan wajib pajak yang kepatuhannya memang rendah.

Something wrong mungkin pemerintah kurang mendukung. Kementerian/lembaga itu seharusnya memberikan data dengan mudah. Ketiga, DJP sendiri kapasitasnya masih kurang, SDM-nya, daru jumlah dan kapasitasnya masih kurang.

Dinamika organisasi di DJP seperti apa? Misalnya ada kelompok STAN dan non-STAN?

Kalau ada STAN dan non-STAN, saya enggak jadi dirjen. Kami melebur, ada mungkin yang kayak gitu tetapi tidak terlalu muncul. Tidak terjadi konflik antar kelompok. Kita enggak bikin kelompok DJP , UI, STAN dan lain berantem, enggak. Kita nyampur. Alhamdullilah, kita tidak ada persaingan yang sangat tidak sehat di situ, bahkan ya saya jadi dirjen, paling minoritas.

 

Sumber: Bisnis.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar