Menteri keuangan, Bambang Brodjonegoro membunuh diri sendiri. Pernyataannya yang bilang potensi dana dapat ditarik dari luar negeri sebesar Rp 11.400 triliun dari tax amnesty atau kebijakan pengampunan pajak terlalu berlebihan.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan, yang paling krusial dari kebijakan pengampunan pajak adalah pengawasan pasca kebijakan tersebut berjalan. Seperti memastikan objek wajib pajak benar-benar membayar pajaknya, memastikan jumlah nilai pajak yang dihasilkan serta menjaga agar wajib pajak tersebut tidak kembali menanamkan asetnya di luar negeri.
“Jangan sampai sudah balik kita nggak dapet apa-apa. Jadi pengawasannya yang penting, sekarang kita semua sibuk mengitung berapa-nya. Menteri keuangan malah terlalu bombastis bilang Rp1100 triliun segala macem. Itu menurut saya bunuh diri ngomong begitu. Itu dana besar, kenapa nggak penegakan hukum saja, nggak usah amnesty,” ungkap dia di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (9/4).
Menurut Yustinus, jika potensi tersebut benar-benar terealisasi, Menkeu harus mempersiapkan ancaman, seperti meningkatnya nilai ekspor Indonesia yang tidak kompetitif, penurunan suku bunga bank karena penguatan mata uang rupiah yang sangat tajam.
“Kalau suku bunga bank turunnya terlalu cepet, bank itu akan koleps, kita juga nggak bisa nampung duit sebanyak itu, mau ngasih imbal hasil apa, suku bunga kita nggak cukup untuk ngasih mereka. Surat Utang Negara (SUN) kita nggak cukup, cuma Rp300 triliun space-nya,” ujarnya.
Yustinus menambahkan, di negara seperti Italia yang telah memiliki data akurat dan falid hanya mampu memulangkan 20 persen dana dari luar negeri.
“Nah katakanlah kita ngomong Rp 11.000 triliun, kalau yang pulang cuma Rp 1100 triliun atau 10 persen saja, dia (Menteri Keuangan) dianggap gagal kan. Jadi jangan terlalu bombastislah, coba dihitung dari Rp 11 ribu triliun itu pernah jadi pembayaran pajak berapa. Saya kira nggak ada,” cetus dia.
Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, pernah mengatakan bahwa potensi uang warga negara Indonesia yang bisa ditarik lebih besar dari Produk Domestik Bruto Indonesia yakni Rp 11.400 triliun. Bahkan dari hitungan kasar pihaknya, potensi penerimaan uang dari luar negeri lebih besar dari Rp 11.400 triliun.
Angka tersebut, papar Bambang, berasal dari akumulasi atau perhitungan harga kekayaan pengusaha-pengusaha kaya Indonesia yang sudah memarkir uangnya di luar negeri sejak tahun 1970-an. Namun potensi tersebut diambil dari data dari 20 tahun terakhir. “Rupiah sudah terdepresaisi. Waktu itu dia simpan kan dalam bentuk hard currency. Kalau waktu itu dia simpan saat dolar masih Rp 2.000. Sekarang dolar sudah Rp 13.000. Nah tentu uang dia secara rupiah semakin besar,” jelasnya.
Menurutnya, lewat kebijakan tax amnesty diharapkan para wajib pajak yang berinvestasi diluar negeri bisa dengan sukarela menarik dananya kembali ke dalam negeri.
Sumber: http://www.pengampunanpajak.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pengampunan pajak
Tinggalkan komentar