
JAKARTA. Kementerian Energi dan SUmber Daya Mineral (ESDM) masih ngotot meminta Freeport Indonesia menurunkan hitungan harga investasi saham 10,64% setara US$ 1,7 miliar. Soalnya hitungan tersebut tidak sesuai dengan aturan tata cara harga divestasi saham yang tertuang dalam Peraturan menteri ESDM nomor 27 tahun 2013.
Di aturan tersebut, penentuan harga divestasi Freeport memakai skema replacement cost atau penilaian asset berdasarkan nilai terkini.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono bilang memang belum ada kesepakatan soal harga divestasi Freeport dari lintas Kementerian untuk membahas kondisi ini. “Kemarin (Senin) kami masih membicarakan bagaimana kesepakatan harganya,” terangnya di Kantor Dirjen Minerba, Jumat (17/6).
Dia menyatakan, dari valuasi harga saham, wajarnya harga divestasi tidak sebesar yang dihitung Freeport apabila dihitung menggunakan skema replacement cost. Tapi, hitungan tersebut berdasarkan aturan dari ESDM bukan tim divestasi saham. “Sikap kami tegas, yakni meminta Freeport menghitung sesuai aturan,” timpalnya.
Hitungan sampai 2041
Menurut hitungan replacement cost, harga divestasi saham Freeport 10,64% cuma US$ 630 juta.
Menurut Bambang, ada baiknya Freeport menjawab terlebih dahulu surat keberayan harga divestasi saham yang pemerintah ajukan, sebelum pemerintah mengirim surat ketiga ke perusahaan itu. Namun bila perusahaan asal Amerika Serikat ini tetap membandel, tidak mau membalas surat ESDM yang ketiga, “Kami akan kurum surat lagi ke Freeport,” ucapnya.
Asal tahu saja, Freeport Indonesia menghitung besaran divestasi saham 10,64% senilai US$ 1, 7 miliar itu berdasarkan harga pasar dan kelanjutan kegitan operasi sampai tahun 2041.
Sementara juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama bilang, pihaknya segera menjawab surat keberatan atas divestasi itu pada waktunya. “Kami akan jawab surat keberatan pemerintah pada waktnya,” tandasnya kepada KONTAN (17/6).
Direktur Ciruss Budi Santoso menilai, divestasi saham yang ditawarkan Freeport terlalu mahal karena data yang diambil Freeport adalah cadangan sampai 2041.
Jika pemerintah membeli dengan harga US$ 1,7 miliar dimana Freeport memasukkan cadangannya dalam portofolionya, berarti pemerintah membeli barangnya sendiri.
Budi berharap pemerintah bisa bertindak tegas terhadap Freeport. Sebab dalam kontrak karya, bahan tambang belum menjadi milik penambang sebelum memenuhi kewajiban ke negara dalam bentuk royalty. “Masal penilaian divestasi saham Freeport berlangsung sampai cadangannya habis, yaitu sampai 2014,” tukasnya.
Sumber: KONTAN, 18 Juni 2016
Penulis : Pratama Guitarra
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar