Jaminan Hukum Jadi Sorotan WP

15Jakarta – Pengamat perpajakan mengingatkan pemerintah agar mampu memberikan jaminan kepastian hukum bagi wajib pajak (WP) setelah program amnesti selesai. Sementara itu, Kementerian Keuangan mencatat sekitar 6.500 Warga Negara Indonesia (WNI) yang menyimpan dananya di luar negeri. Jika kebijakan pengampunan pajak diterapkan dengan baik dan benar, maka ada potensi penerimaan negara dapat mencapai Rp 180 triliun.

NERACA

Pemerintah memperkirakan potensi dana repatriasi atau dana yang masuk ke Indonesia diprediksi mencapai Rp 1.000 triliun hingga 1 April 2017. Hingga Senin (8/8) harta yang dideklarasikan dalam program pengampunan pajak mencapai Rp 9,27 triliun dengan nilai tebusan sebesar Rp 193 miliar.

“Saya melihat wajib pajak masih butuh kepastian, apabila mereka ikut tax amnesty maka dijamin ke depannya tidak akan diapa-apakan,” ujar Yustinus, pengamat perpajakan yang juga Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) di Jakarta, Selasa (9/8)

Menurut dia, sampai saat ini masih ada keraguan dari para WP untuk ikut program pengampunan pajak karena khawatir Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menjadikan data harta kekayaan yang dilaporkannya kali ini sebagai dasar penyidikan di masa depan.

Selain itu, Yustinus melihat produk hukum yang dihasilkan untuk mengakomodir kebijakan pengampunan pajak masih belum menjawab pertanyaan dari WP. “Misalnya, kalau WNI telah lama bekerja di luar negeri apakah asetnya harus ikut tax amnesty? Lalu apakah warisan perlu dilaporkan? Hal ini belum dijelaskan dengan baik oleh pemerintah,” ujarnya.

Secara terpisah, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Riau-Kepulauan Riau Jatnika menyatakan bahwa setiap orang yang membocorkan data WP dalam program amnesti pajak akan dijatuhi sanksi pidana penjara lima tahun. Hal ini untuk memberikan jaminan bahwa kebijakan tersebut memberikan kepastian keamanan bagi wajib pajak yang berpartisipasi.

“Kami memberikan ruangan khusus bagi wajib pajak, di mana semua pegawai kami pakai seragam dan tidak boleh membawa alat komunikasi. Bahkan, kalau ada pegawai kami kalau berani selfie (swafoto) di dalamnya saja ketika melayani wajib pajak, akan kena sanksi pidana sampai lima tahun penjara,” tegas Jatnika di Pekanbaru seperti dikutip media elektronik, kemarin.

Kebijakan amnesti pajak yang mulai berlaku sejak 1 Juli 2016 sampai 31 Maret 2017, menurut dia, kebijakan ini memberikan penghapusan sanksi, baik administrasi dan pidana. Selain itu, semua data mengenai WP yang berpartisipasi akan dirahasiakan dengan sistem yang ketat dan tidak bisa digunakan untuk kepentintan lainnya.

“Tidak sembarangan orang bisa mengaksesnya, bahkan juga saya karena aturannya sangat ketat. Ini ibaratnya seluruh tangan dan kaki pegawai pajak diikat, tidak bisa macam-macam,” katanya.

Karena itu, Kementerian Keuangan kembali meminta para pengusaha untuk memanfaatkan program amnesti pajak. Sebab, program pengampunan pajak itu hanya tidak akan berlangsung lama.

“Tidak ada lagi waktu untuk sembunyi. Kita akan join ke era keterbukaan informasi,” ujar staf ahli Menkeu bidang pengawasan pajak Puspita Wulandari dalam acara diskusi amnesti pajak di Kampus UI Salemba, kemarin.

Menurut dia, pemerintah hanya memberikan waktu kepada wajib pajak sampai 31 Maret 2017. Setelah itu, kebijakan yang keras seperti penegakan hukum hingga memperketat ketentuan-ketentuan perpajakan akan diterapkan.

Di sisi lain, sektor keuangan global juga akan semakin transparan. Sejumlah negara sudah akan menerapkan Automatic Exchange of Information (AEoI) pada 2018 mendatang. Nantinya, negara-negara sudah meningkatkan intensitas pertukaran informasi antarnegara, termasuk informasi di sektor keuangan global. Hal itu membuat sektor keuangan global semakin transparan sehingga menyembunyikan kekayaan di negara lain hanya akan menjadi masalah besar.

“Ibarat polisi, di depan ada lampu merah, kita sudah diberi tahu,” ujarnya.

Aturan Teknis Pendukung

Presiden Jokowi pada saat sosialisasi amnesti pajak di Bandung pekan ini, mengatakan harta yang dideklarasikan dalam program pengampunan pajak mencapai Rp 9,27 triliun dengan nilai tebusan sebesar Rp 193 Miliar.

Presiden juga menyampaikan kabar baik, yakni pertumbuhan ekonomi di triwulan pertama tahun 2016 adalah 4,94% dan pada triwulan kedua naik menjadi 5,18%. “Di triwulan kedua 2016 pertumbuhan ekonomi 5,18 persen. Ini uang tax amnesty belum masuk banyak. Nah kalau masuk kita akan lihat geliat ekonomi kita,” ujar Presiden seperti disampaikan Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden Bey Machmudin.

Jokowi menjelaskan bahwa jumlah ini masih akan meningkat karena mereka yang akan memanfaatkan program pengampunan pajak ini masih menghitung dan menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK). “Kan PMK-nya baru, yang dua baru disampaikan oleh Ibu Menteri Keuangan. Jadi memang kita sudah mengeluarkan PMK, tapi PMK itu belum mengakomodir wajib pajak yang ingin merepatriasi dananya,” ujarnya.

Presiden menyadari bahwa keperluan teknis dari mereka yang akan memanfaatkan program pengampunan pajak harus didengarkan. “Memang yang teknis kecil-kecil ini, tapi kalau nggak kita dengar bisa hilang itu,” katanya.

Jokowi mengakui bahwa pada akhirnya mereka yang akan memanfaatkan program pengampunan pajak sangat bergantung pada kalkulasi yang mereka lakukan. “Tidak langsung, tax amnesty datang langsung (menyerahkan) ini. Mereka harus buat buku dulu, menyiapkan kalkulasinya dulu, menyiapkan perhitungan-perhitungannya dulu, dilihat, diteliti benar, baru maju ke kantor pajak. Memang seperti itu,” ujarnya.

Presiden memperkirakan aliran uang masuk akan meningkat pada akhir Agustus atau awal September 2016 di mana perhitungan yang telah dilakukan telah selesai dan jelang akhir dari masa denda terendah, 30 September 2016.

“Jadi kalau saya, pada angka Rp 9 triliun buat saya biasa saja. Memang belum, ini baru pemanasan. Bahwa aliran dana ini sudah masuk, iya, bagus,” kata Presiden.

Lebih lanjut, Jokowi mengatakan bahwa semua negara mengalami tekanan ekonomi global. “Hampir semua negara mengalami goncangan. Ada yang turun sampai 4%, ada yang turun minus 3, ada yang turun sampai minus 7, dekat kita saja banyak yang turun 1 sampai 1,5%,” ujarnya.

Untuk itu Presiden berharap bahwa uang-uang tersebut dapat kembali ke Indonesia sehingga tidak perlu berebut dengan negara lain. “Kita siapkan payung hukum bukan PP atau Perpres tapi Undang-Undang, yakni UU Tax Amnesty,” ujar Jokowi.

Menurut dia, saat ini merupakan saat yang tepat bagi seluruh WNI berpartisipasi untuk negaranya. “Kita hidup di Indonesia, kita makan di Indonesia, kita mencari rezeki di Indonesia dengan kemudahan dari pemerintah. Pertanyaannya, kenapa uang itu ditaruh di luar negeri?” tanya Presiden.

Melalui program pengampunan pajak, uang-uang yang belum dilaporkan tersebut hanya dikenakan tebusan sebesar 2% hingga 30 September 2016. Presiden menggarisbawahi bahwa program pengampunan pajak hanya terkait dengan urusan pajak, tidak ada urusan lainnya. Amnesti pajak adalah penghapusan pajak, pembebasan sanksi, pembebasan sanksi pidana, penghentian penyidikan pajak. “Ungkap deposito di luar atau di sini. Sudah, lalu bayar tebusan itu,” ujarnya.

Pemerintah sendiri telah menyiapkan berbagai macam bentuk investasi dalam jangka pendek untuk aliran uang yang akan dilaporkan. Investasi jangka pendek, misalnya, sudah disiapkan dalam bentuk surat berharga negara, surat utang negara. “Semua disiapkan instrumen portofolio sehingga masuk gampang. Cukup lumayan besar (keuntungannya) ketimbang ditaruh di luar negeri,” tutur Jokowi.

Untuk jangka menengah dan panjang, Pemerintah juga telah menyiapkan instrumennya, karena saat ini pemerintah tengah membangun infrastruktur dan membutuhkan anggaran sebesar Rp4.900 triliun.

“Dari APBN kita bisa suplai Rp 1.500 triliun, masih kurang banyak sekali. Rp 3.400 triliun dari mana? Arus investasi masuk yang kita harapkan dari amnesti pajak ini,” ujarnya.

Di sisi lain, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendukung penuh pelaksanaan program pengampunan pajak (tax amnesty) di Indonesia. Demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah, lembaga audit keuangan negara ini akan mengawasi pengelolaan aliran dana tax amnesty.

Ketua BPK Harry Azhar mengatakan, pemerintah telah menjamin kerahasiaan data peserta tax amnesty, sehingga tidak perlu ada keraguan untuk mengungkap seluruh harta kekayaannya di dalam maupun luar negeri, termasuk membawa kembali uangnya ke Indonesia (repatriasi).

“Tidak usah ragu ikut tax amnesty, karena kerahasiaan data sudah dijamin dalam UU. Sebab tax amnesty bertujuan untuk menambal kekurangan penerimaan pajak kita,” ujarnya, kemarin.



Kategori:Pengampunan pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar