Pemilik Dana Masih Wait and See

JAKARTA — Minimnya penerimaan pajak dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty), hingga saat ini dinilai lantaran masih banyak pemilik dana yang wait and see. Diperkirakan, dana repatriasi baru akan banyak mengalir masuk ke gateway yang ditunjuk pada akhir periode kebijakan.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), uang tebusan amnesti pajak saat ini mencapai Rp 331,40 miliar dengan jumlah harta mencapai Rp 16,1 triliun. Perinciannya, repatriasi sebesar Rp 759 miliar, deklarasi luar negeri Rp 1,87 triliun, dan deklarasi dalam negeri Rp 13,4 triliun.

“Karakteristik wajib pajak di Indonesia bertanya dulu (ke orang lain), sudah ikut belum? Ini seperti sunset policy,” kata pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Darussalam, di Jakarta, Kamis (11/8). Dengan adanya sikap tersebut, Darussalam menyakini, jika para wajib pajak akan mulai berdatangan ke kantor pajak pada pengujung periode pertama dengan tebusan dua persen untuk repatriasi dan empat persen deklarasi.

“Mereka akan berbondong-bondong pada akhir periode. Saya yakin mulai ramai pada September 2016. Dari sana lah, kita bisa meramal dan prediksi seberapa besar penerimaan sampai akhir tahun,” ujar Darussalam. Selain untuk menambah penerimaan negara dari pajak, kebijakan pengampunan pajak juga merupakan transisi menuju transparansi data wajib pajak di perbankan.

Apalagi, akan segera diberlakukan Automatic Exchange of Information (AEOI) pada 2018. “Sebelum benar-benar terjadi transparansi data untuk perpajakan, maka suatu negara disarankan melakukan tax amnesty. Karena, kalau tidak, akan gaduh, dan akan sedemikian banyak yang tertangkap,” kata Darussalam.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Direktorat Pengawasan Bank 1 Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Defri Andri mengatakan, wajib pajak tak perlu khawatir untuk menginvestasikan dana miliknya. Sebab, produk instrumen yang ditawarkan perbankan merupakan produk yang aman dan terjamin.

OJK juga mengimbau, perbankan jangan hanya menjual produk, tapi juga harus melihat nasabah yang potensial. Ini agar mereka tertarik dengan program pengampunan pajak.

“Kita nggak kalah soal keamanan. Nanti pasar akan meng-create sendiri produk-produknya. Saya yakin, peraturan OJK soal manajemen risiko bisa mengakomodasi produk bank nantinya, meskipun setelah satu sampai tiga tahun dana itu di-hold,” ujar Defri. Terkait dengan pertumbuhan ekonomi, Defri menyebut, akan terbantu dengan program pengampunan pajak.

“Kira-kira pada kuartal III dan IV dana dari tax amnesty baru terlihat dan terserap dananya. Berharap, pada 2017, sudah terlihat lagi penerapannya di sektor riil,” kata Defri. Pemerintah optimistis, program pengampunan pajak yang mulai berlaku 18 Juli lalu akan berhasil.

Program tersebut menjadi tumpuan pendapatan negara di tengah merosotnya penerimaan pajak, terutama untuk menjaga agar defisit anggaran tidak melebihi batas 3,0 persen dari PDB.

Selain itu, aliran dana repatriasi berpotensi menggerakkan perekonomian nasional. Optimisme ini berdasarkan estimasi pemerintah, dana sebesar Rp 1.000 triliun atau setara dengan 75 miliar dolar AS dapat direpatriasi dalam sembilan bulan ke depan.

Selain itu, akan ada tambahan pendapatan pajak sebesar Rp 165 triliun atau 12,5 miliar dolar AS. Kalau memang tercapai, defisit anggaran pemerintah akan bisa bertahan di bawah 3,0 persen dari PDB.

Langkah Australia

Dalam sebuah diskusi di Jakarta, pengajar dari Carnegie Mellon University Australia, Emil Bolongaita menjelaskan, Negeri Kanguru pun pernah menerapkan program pengampunan pajak pada 2013. Ratusan wajib pajak pun tertarik melaporkan aset mereka.

Otoritas pajak pun sudah memperoleh perhitungan terkait potensi pendapatan negara yang dapat diperoleh. Namun, meletusnya skandal Panama Papers beberapa waktu lalu membuat otoritas pajak setempat kecewa.

“Ternyata, aset orang-orang yang mengikuti tax amnesty lebih besar,” ujar Emil. “Namun, karena sudah terikat perjanjian pada 2013, otoritas pajak Australia tidak bisa menindaklanjuti aset-aset mereka selain yang dilaporkan,” lanjutnya.

Khusus untuk Indonesia, Emil menilai, potensi keberhasilan program pengampunan pajak cukup besar. Apalagi tarif yang ditawarkan pemerintah kompetitif.

Namun demikian, Emil menekankan, pentingnya institusi penampung dana repatriasi, meyakinkan para wajib pajak agar mau menempatkan dananya. “Karena mereka pasti khawatir akan nasib uangnya,” katanya.

Sumber: http://www.pengampunanpajak.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Pengampunan pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar