JAKARTA. Aneh bin ajaib, tampilan data amnesti pajak di website http://www.pajak.go.id tiba-tiba berubah. Otoritas pajak mengganti format penyajian data yang menggambarkan perkembangan terbaru statistik amnesti pajak.
Biasanya, dalam data statistik yang disajikan melalui internet itu tercantum beberapa informasi, antara lain jumlah harta yang diikutsertakan dalam amnesti, baik dalam bentuk repatriasi maupun deklarasi. Ada pula data mengenai nilai uang tebusan yang diba- yarkan oleh wajib pajak.
Namun, mulai Kamis (15/9) sore, sekitar pukul 17.00 WIB, otoritas pajak mengganti judul kolom “penerimaan uang tebusan” menjadi “penerimaan pengampunan pajak”. Bukan hanya judul kolom yang berubah, seiring pergantian wajah itu terjadi pula kenaikan angka realisasi uang tebusan amnesti pajak secara lumayan signifikan.
Beberapa jam sebelumnya, ketika data tersebut belum berubah wajah, disebutkan bahwa nilai realisasi uang tebusan baru Rp 12 triliun. Namun, setelah format berubah, nilai melonjak menjadi Rp 21,3 triliun.
Ternyata, selidik punya selidik, dalam format yang baru DJP tidak hanya mencatat nilai uang tebusan yang telah dibayarkan pemohon amnesti. Ada dua jenis penerimaan lain yang juga diklaim sebagai penerimaan amnesti pajak.
Pertama, pembayaran pajak dari wajib pajak (WP) yang mengikuti amnesti ketika sudah ditemukan bukti permulaan atas pelanggaran pajak. Nilainya saat berita ini ditulis mencapai Rp 251,11 miliar. Kedua, ada tambahan setoran pajak dari WP yang membayar tunggakan pajak dan mengikuti amnesti pajak, senilai Rp 2,16 triliun.
Nah, adapun pembayaran uang tebusan murni hingga artikel ini naik cetak baru Rp 18,85 triliun. Nilai ini pun merupakan hasil peningkatan dibandingkan data beberapa jam sebelumnya.
Menurut Direktur P2 Humas DJP Hestu Yoga Saksama, perihal pembayaran pajak ini sudah diatur dalam Undang-undang tentang Pengampunan Pajak, tepatnya pada Pasal 8 ayat 3. “Kami anggap penerimaan pajak,” kata Yoga.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai langkah yang dilakukan Ditjen Pajak tidak benar. Sebab, menurut dia, data uang tebusan berbeda dengan penerimaan pajak dari pelunasan pajak terutang.
Yustinus berpendapat, jika ada pembayaran pajak terutang, seharusnya Ditjen Pajak mencatat sebagai penerimaan pajak reguler. “Jadi bukan sebagai penerimaan amnesti pajak,” katanya.
Penulis : Asep Munazat Zatnika
Sumber: http://www.pengampunanpajak.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pengampunan pajak
Tinggalkan komentar