
Penurunan produksi komoditas pertanian karena cuaca buruk membuat ekspor produk pertanian per Agustus 2016 turun 14,8%
JAKARTA. Penurunan produksi membuat kinerja ekspor produk pertanian tahun ini melorot. Data Kementerian Perdagangan (Kemdag) menunjukkan, ekspor pertanian pada periode Januari-Agustus turun 14,8% dari periode yang sama tahun 2015. Jika di 2015 ekspor produk pertanian US$ 2,4 miliar, turun menjadi US$ 1,9 miliar pada tahun ini.
Hampir seluruh komoditas ekspor unggulan pertanian Indonesia kinerja ekspornya turun. Contohnya adalah ekspor kopi, teh, dan rempah yang turun 26,9% ekpor kakao turun 8,1%, dan karet dan barang dari karet turun 10,5% dari tahun sebelumnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemdag Dody Edward mengatakan, penurunan ekspor sejumlah komoditas pertanian dipicu oleh kondisi cuaca yang tidak menentu. Kondisi itu membuat hasil produksi petani tidak maksimal. “Kebanyakan dipengaruhi cuaca dan pengaruh El Nino,” katanya, Jumat (28/10). Diperkirakan penurunan nilai ekspor hasil pertanian ini akan terus terjadi hingga penghujung tahun ini.
Penurunan kinerja ekspor produk pertanian menjadi salah satu penyebab merosotnya ekspor nonmigas. Kemdag memperkirakan, hingga akhir tahun ini, kinerja ekspor nonmigas turun 5% dibandingkan tahun lalu. Perkiraan ini lebih baik dibandingkan penurunan ekspor nonmigas Januari-Agustus 2016 sebesar 7,3%.
Perkiraan itu didasarkan oleh masih tumbuhnya ekspor produk agribisnis yang lain seperti produk ikan dan udang sebesar 6,8% pada periode Januari-Agustus 2016.
Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia Arief Zamroni bilang, penurunan ekspor kakao terjadi karena sebagian besar hasil produksi kakao dalam negeri diserap industri lokal. “Saat ini, banyak perusahaan multinasional berinvestasi di Indonesia sehingga hasil panen harus diolah di dalam negeri,” katanya.
Perlu peremajaan
Asal tahu saja, kebutuhan kakao industri pengelahan di dalam negeri sekitar 800.000 ton per tahun. Sedangkan total produksi kakao nasional hanya sekitar 550.000 ton. Selain kebutuhan dalam negeri yang belum mencukupi, petani kakao juga mengurangi ekspor kakao karena penerapan bea keluar sejak 2010.
Arief menambahkan, kondisi cuaca yang tidak stabil dengah curah hujan tinggi membuat hasil produksi kakao turun 5%-10% sepanjang 2016. Untuk mendongkrak produksi kakao, yang harus dilakukan adalah dengan peremajaan tanaman. Soalnya, sebanyak 50% dari total lahan yang tamannya kakao sudah tua dan kurang produktif lagi. Bila peremajaan tanaman berhasil, produksi kakao akan melimpah karena dalam satu hektar dapat menghasilkan 1 ton – 1,5 ton biji kakao.
Untuk menaikkan produksi kakao dan kopi, perlu peremajaan tanaman.
Sedangkan untuk komoditas kopi, menurut Ketua Kompartemen Industri dan Kopi Spesial Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Pranoto Soenarto, penurunan produksi terjadi karena efek El Nino. Akibat fenomena itu, produksi kopi nasional diprediksi turun sekitar 5%-10% tahun ini dari sekitar 600.000 ton per tahun.
Menurut Pranoto, sebenarnya permintaan kopi di luar negeri sangat tinggi. “Mau hasil produksi berapa pun, kalau diekspor pasti habis,” katanya. Oleh karena itu, seperti juga kakao, petani kopi perlu meningkatkan produksi dengan peremajaan tanaman.
Peremajaan (replanting) perlu dilakukan bertahap, sehingga efek penurunan produksi tak banyak. Apalagi hanya dibutuhkan tiga tahun agar tanaman kopi berproduksi. Dengan begitu, ekpor kopi yang saat ini 450.000 ton per tahun bisa naik. Apalagi harga kopi sedang bagus, di kisaran US$ 2.000 per ton. Permintaan juga tinggi karena kopi Indonesia salah satu yang terbaik di dunia.
Sumber: Harian Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar