
Bermodal banyak pengikut dan kreatif mengisi akun media sosial.
Agatha Suci tengah bergembira. Perempuan ini baru saja mendapat kabar bahwa dirinya direkrut oleh salah satu produsen sampo Pantene. Namun bukan sebagai model yang akan wara-wiri mempromosikan sampo tersebut di televisi.
Finalis salah satu kompetisi menyanyi di stasiun televisi swasta, itu akan mempromosikan produk terkait di dunia maya. Lewat akun media sosial miliknya di instagram, Suci bakal meng-endorse sampo tersebut ke para pengikutnya (follower). Di akun agatha_suci, ibu dua anak ini memiliki 171.000 pengikut.
Pekerjaan sampingan yang di lakoni penyanyi tersebut dikenal dengan sebutan endorser. Ada juga yang menyebutnya sebagai influencer, buzzer, atau key opinion leader (KOL). Istilah-istilah ini merujuk kepada para pemilik akun media sosial yang memiliki banyak pengikut, yang mempromosikan sesuatu atau seseorang dan mendapat imbalan atas jasanya tersebut.
Banyak pesohor di Indonesia yang melakoni pekerjaan sambilan ini. Selain Suci, lulusan ajang bakat menyanyi yang sama dengannya, Gisella Anatasia juga melakoni profesi sambilan yang serupa. Zaskia Adya Mecca, Audi Marissa, Ricky Harun, dan sederet nama pesohor lainnya juga mendapat pengahasilan dari pekerjaan ini.
Orang yang bukan berlatar belakang artis pun banyak yang menjadikan akun media sosialnya sebagai sumber pengahasilan. Sacha Stevenson, warga negara Kanada yang tinggal di Indonesia menjadi endorser lewat akun Youtube-nya. Sacha yang lumayan fasih berbahasa Indonesia memiliki 274.960 subscriber di akun bernama Sacha Stevenson.
Zayn (bukan nama sebenarnya) mengelola akun Twitter @Si_Sableng sejak tahun 2009 dan sudah memiliki 911.000 pengikut. Lelaki ini juga menjalani profesi sambilan sebagai buzzer. Sejak tahun lalu ia melebarkan sayap ke Instagram. Di media sosial berbagi foto dan gambar, ini ia sudah memiliki dua uta pengikut.
Tidak ada data resmi soal berapa banyak pemilik akun di media sosial di Indonesia yang menjadi profesi sebagai endorser. Namun, sebagai gambaran di platform Socialbuzz, sudah ada 10.673 endorser yang bergabung. Agen paid endorse yang baru beroperasi Januari tahun ini, Buzzohero sudah merekrut lebih dari 1.000 influencer.
Jumlah yang tidak bisa dibilang sedikiit, seiring dengan imbalan yang memang cukup menggiurkan. Pemillik akun medsos yang baru mnejadi buzzer bertarif mulai puluhan ribu rupiah. Sementara yang sudah populer atau berstatus sebagai artis, tarifnya hingga jutaan rupiah. Bayaran ini hanya untuk satu kali posting, entah tulisan, foto, gambar, ataupun video. “Tarifnya masih standar lah,. Jutaan rupiah per posting,” kata Suci.
Berapa nilai tarif persisnya, Suci enggan bicara lebih jauh. Sacha juga tidak mau bicara soal tarifnya secara terbuka. Yang pasti, bayarannya tergantung jumlah penonton dan kualitas video yang ditayangkan. “Lumayan, yang penting aku bisa hidup dari situ (Youtube). Tapi tidak bisa jadi kaya, hahaha,” kata Sacha.
Sementara Zayn menyebut, tarif yang ia kenakan berbeda-beda terganubg akun yang digunakan dan segmen yang diinginkan klien. Namun secara umum ada dua pilihan tarif; untuk Korporat lebih mahal karena, kan ada pajak, ada contect creative, dan ijinnya segala, kan,” tukasnya.
Dalam beberapa tahun terakhir agen iklan di media sosial mulai bermunculan.
Agen bermunculan
Aking besarnya potensi yang bisa digali dari iklan daring, beberapa tahun terakhir agen-agen periklanan media sosial yang mempertemukan para endorserdengan pengiklan pun ramai bermunculan. Zayn misalnya, selain menjadikan @Si_Sableng sebagai pendulang rupiah, juga kerap mencari berbagai proyek iklan dari korporat.
Lalu ia merangkul teman-temannya sesama endorser yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan si klien.wadahnya hanya komunitas sesama endorser bukan berbentuk perusahaan resmi. “Ini sebenarnya kerjaan utama saya. Kalau untuk iklan di akun saya sendiri cuma buat tambahan doang,” ujarnya.
Platform periklanan media sosial lain yang cukup dikenal misalnya Socialbuzz, Inbuzz, Goviral, dan Buzzohero. Chief Executive Officer (CEO) Buzzohero, Andi Tan menyebut, skema bisnis yang mereka jalani sebetulnya sederhana. Yakni menjadi semacam marketplace yang mempertemukan para calon pengiklan dengan para endorser yang ia sebut dengan istilah key opinion leader (KOL) yang punya pengikut banyak di sosial media.
Buzzohero menyediakan wadah bagi perusahaan, pemilik merek, dan toko online bisa bergabung tanpa bayaran. Perusahaan yang sudah terdaftar di Buzzohero bisa melihat profil endorser yang juga sudah bergabung di wadah tersebut, termasuk tarif yang dipatok para influencer tersebut.
Lalu, merancang kampanye marketing, termasuk merekrut sendiri influencer yang diinginkan. Jika kesulitan memilih endorser, Buzzohero akan membantu mencari buzzer yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut.
Jika sudah memilih endorser, pengiklan mesti membayar sejumlah tarif yang dipatok endorser, pengiklan mesti membayar sejumlah tarif yang dipatok endorser. Uangnya diparkir dulu di rekening Buzzohero. “Ini untuk meminimalisir buzzer bandel. Nanti sudah dibayar malah kabur kerjaan belum beres. Awal-awal sebelum kami pakai sistem ini, banyak juga buzzer yang bandel,” ujarnya.
Sementara jika lewat komunikasi yang dipegang Zayn, skema pembayaran untuk UKM dan korporat berbeda. Jika sudah memilih endorser yang diinginkan, pemilik UKM mesti mambayara dulu, lalu memesan tanggal pemasangan iklan. “Sehari maksimal tiga kali tayang iklan; pagi, siang, malam. Kalau lebih dari tiga terlalu spamming,” ujarnya.
Pembatasan penanyangan iklan ini juga dilakukan agar penambahan follower akun yang bersangkutan tidak terganggu. Namun, syarat ini kata Zayna, tidak berlaku untuk klien korporat yang bisa menayangkan iklan kapan pun. “Korporat biasanya bisa langsung 10 post dalam tiga hari. Dan ini lebih soft selling,” imbuhnya.
Di Buzzohero dan kebanyakan agen periklanan media sosial lainnya, pemilik akun media sosial bisa bergabung tanpa membayar.
Namun, seperti di Buzzohero, hanya akun yang memiliki pengikut di atas 10.000 yang bisa menjadi endorser dan dilirik profilnya oleh calon pemasang iklan. Untuk yang pengikutnya masih di bawah 1.000, bisa sambil belajar dulu soal bagaimana mengelola akun dan menambah pengikut.
Mulai Januari tahun depan, Buzzohero akan menggelar kelas khusus bagi para calon endorser. Pengisi materinya para buzzer yang sudah sukses menjala uang lewat akun media sosialnya.
Atas jasanya mempertemukan pemasang iklan dengan pemilik akun media sosial, agen seperti Buzzohero dan sejenisnya mendapat bagian dari tarif yang dipatok oleh endorser. Besarannya bervariasi, antara 20% hingga 40% dari uang yang diterima buzzer.
Cuma iseng
Meski hasil yabf didapat terbilang lumayan, awalnya para influencer dunia maya ini mangawali tanpa sengaja. Suci, mengaku saat dua tahun lalu membuka akun di Instagram, ia hanya menggunakan untuk berbagai aktivitas keseharian dan hal-hal yang ia sukai. Baru sekitar enam bulan terakhir, beberapa pemilik toko online mulai menghubungi dan memintanya menjadi endorser produk yang mereka jajakan.
Awalnya, ia meng-endorse tanpa bayaran. Pasalnya, Suci mengaku merasa senang melakukan hal itu. Terutama jika produk atau citra perusahaan yang ia endorse sesuai dengan kesehariannya.
Lalu mulai berdatangan tawaran untuk endorse berbayar. Semula, Suci mengaku menampik tawaran-tawaran tersebut. Lantaran merasa apa yang ia posting nantinya tidak lagi murni hanya untuk berbagi keseharian seperti niat awalnya. “Lalu, manajer aku bilang, kamu enggak bisa gini terus. Jualan produk harus ada simbosis mutualisme,” kisahnya.
Sejak itu, Suci melakoni profesi sambilan sebagai influence berbayar. Beberapa perusahaan besar dan merek ternama, hingga toko online kecil sudah menggunakan jasanya. Segala hal teknis diurus oleh manajernya. Namun ia memiliki persyaratan khusus untuk produk atau perusahaan yang ingin merekrutnya sebagai endorser. Yakni mesti sesuai kesehariannya dan tema akun instagramnya.
Sementara @Si_Sableng sejak awal didedikasikan sebagai akun berbagai tulisan, gambar, dan video lucu. Sebagian juga berisi postingan yang inspiratif. “Niatnya hanya buat bercandaan doang. Kalau di akun pribadi takutnya spamming, saya putuskan untuk bikin akun dengan nama lain,” ujar Zayn.
Namun, untuk endorse bebayar, tema, produk, dan pengiklannya tak harus yang terkait dengan humor. Zayn mengaku, ia pernah bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar seperti produsen motor Yamaha, Samsung, Daihatsu, Toyota, Indosat, dan Grab.
Cerita Sacha lain lagi. Ia membuka akun Youtube 21 Desember 2009 dan sejak awal sudah terinspirasi para youtuber luar negeri yang bisa mendapatkan penghasilan dari akun di Youtube. Namun, menjadi kan akun Youtube sebagai ladang pengahasil uang dengan mencari iklan sendiri baru mulai marak di Indonesia sejak akhir tahun 2012. “Pas di Indonesia udah bisa monetized, saya pikir, oke ini kesempatan. Lalu aku belajar dari youtuber Amerika Serikat dan mencoba apa yang bikin mereka sukses,” katanya.
Namun, ia tak langsung berhasil. Proses trial and error ia jalani berkali-kali.
Salah satu yang ia pelajari dan praktikan adalah membuat video berseri untuk menarik minat para penonton menjadi subscriber. Kini, youtuber yang ingin mengikuti jejak Sacha tak perlu lagi bersusah payah mencari sumber pembelajaran. Google sudah menyediakan panduan daring bertajuk Youtube Creator Playbook for Brands.
Kelihatannya gampang ya!
Sumber: Tabloid Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Artikel
Tinggalkan komentar