
JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan RI menggelar pertemuan bilateral dengan otoritas pajak Inggris, HM Revenue and Customs (HMRC) membahas masalah penegnaan pajak atas bisnis digital Over The Top (OTT).
Direktur Pajak Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol bilang, dalam pertemuan itu, HMRC Inggris membagi pengalaman penerapan Diverted Profit Tax (DPT) atas penghindaran pajak OTT yang saat ini menjadi topik hangat di Indonesia dan negara lain.
John bilang, DPT bisa menjadi salah satu anti avoidance rule untuk mencegah praktik penghindaran pajak dengan pemberlakuan artificial permanent establishment. Praktik ini berakibat, negara di mana kegiatan ekonomi berlangsung tidak mendapatkan hak pemajakan atas penghasilan yang didapat. “Ditjen Pajak sedang mempelajari ketentuan DPT tersebut dari HMRC Inggris yang menerapkan sejak 2014,” kata John kepada KONTAN, Rabu (8/3).
Di Inggris, tarif DPT adalah 25% atau lebih besar daripada tarif pajak yang berlaku umum. Jika aturan ini diterapkan, OTT harus membayar pajak terlebih dahulu, walaupun kemudian mereka mengajukan banding ke pengadilan. “DPT akan dikenakan secara official assessment, bila WP itu tidak patuh pada tahun berikutnya, “katanya.
Di Inggris, diverted profit tax telah mampu memaksa perusahaan seperti Google dan Facebook untuk membayar pajak. Skema itu memungkinkan Inggris memungut pajak atas laba atau royalti walau telah dialihkan ke negara lain yang memiliki aturan perpajakan longgar.
Namun, menurut John, untuk bisa diimplementasikan di Indonesia, pelaksanaan DPT harus memiliki cantolan undang-undang. “DPT Rule dapat diusulkan di dalam revisi UU Pajak Penghasilan (PPh),” katanya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo bilang, bila diimplementasikan di Indonesia, DPT akan membuat jenis pajak baru di luar pajak penghasilan atau income tax. “Sebenarnya kalau aturan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sudah direvisi sesuai dengan OECD, itu sudah cukup, tidak perlu implementasi DPT,” katanya. Pada dasarnya, DPT untuk memberi daya penekan pada WP sehingga WP memilih mengaku BUT dan bayar pajak normal.
Selain pajak OTT, pertemuan pada 7 Maret 2017 di London itu, membahas persiapan pelaksanaan Anti Base Erosion and Profit Shifting (BEPS Deliverables) dan Pertukaran Informasi Keuangan Otomatis (AEoI). “Globalisasi dan praktik agresif perencanaan pajak oleh perusahaan multinasional dan orang pribadi kaya telah menggerus basis pemajakan di masing-masing negara,” kata John.
Sumber : Kontan, Kamis, 9 Mar 2017
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar