Program amnesti pajak baru saja usai dan hasilnya pun telah diketahui publik. Beberapa hal masih menjadi perhatian seperti persoalan partisipasi wajib pajak dan jumlah dana penerimaan negara.
Hiruk pikuk persoalan pajak juga ditambah dengan agenda pemerintah yang menyasar penyampaian data transaksi kartu kredit ke Direktorat Jenderal Pajak.
Pro-kontra muncul karena nasabah kartu kredit khawatir akan beban pajak serta kerahasiaan data perbankan. Rencana tersebut pun dibatalkan. Alasannya, pengguna kartu kredit dikategorikan sebagai nasabah yang berutang dan utang bukan penghasilan sehingga loloslah data alat pembayaran itu dari upaya intensifikasi pajak.
Namun, harian ini mencatat ada yang unik yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan timnya dengan membuat gebrakan lain melalui peluncuran Kartu Indonesia Satu atau disingkat Kartin1—platform kartu multifungsi dengan tujuan integrasi data identitas.
Sesuai dengan tujuan tersebut, bagi Ditjen Pajak, kartu pintar tersebut tidak hanya akan memudahkan layanan perpajakan, tetapi manfaatnya akan sangat luas untuk beragam kepentingan masyarakat.
Kartu tersebut akan berisi data identitas yang bisa memuat nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang dikombinasikan dengan layanan pembayaran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, e-Money, e-Toll, hingga data surat izin mengemudi (SIM).
“Daripada membawa 7 kartu kan mendingan bawa 1 kartu itu, minimal kalau untuk NPWP dan NIK itu sudah dipakai oleh pajak,” kata Iwan Djuniardi, Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak.
Jaminan aspek keamanan juga diberikan dan kartu tersebut memiliki fitur pengamanan digital certificate dengan terlebih dahulu melakukan validasi data biometrik dari e-KTP dan pemasukan informasi perpajakan ke dalam produk kartu perbankan.
Sebagai fitur pengamanan tambahan, dilakukan perekaman sidik jari dan pembuatan personal identification number (PIN). Penggunaan kartu yang telah ditanamkan dalam platform Kartin1 dapat dilakukan menggunakan reader yang dilekatkan pada mesin EDC (electronic data captured) maupun NFC (near-field communications).
Bahkan Ditjen Pajak sudah bekerja sama dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) untuk sertifikasi digital dan sudah diuji coba oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Namun, kita lihat respons masyarakat mungkin belum seperti yang diharapkan.
Kita tahu publik belum lama ini disuguhkan dengan informasi mengenai kasus korupsi e-KTP yang nota bene menyangkut integrasi data identitas. Apalagi dari tahun ke tahun, wacana integrasi data identitas selalu berujung tanpa hasil nyata yang positif.
Kita tahu bagaimana kepolisian terus menyempurnakan sistem data identitas izin pengemudi hingga data kendaraan. Begitu pula dengan Kementerian Dalam Negeri yang masih kerepotan dengan program e-KTP, dan juga di Bank Indonesia serta Otoritas Jasa Keuangan yang masih berkoordinasi menata uang digital dan sistem elektroniknya.
Keberadaan platform Kartin1 ini sebenarnya juga bukanlah ide baru karena Ditjen Pajak beberapa tahun silam juga telah mengupayakan adanya single identification number (SIN) yang meniru skema social security number di luar negeri.
Harian ini melihat tujuan dari semua upaya adanya integrasi data identitas itu sebagai suatu hal yang sangat diperlukan dalam rangka membuat layanan publik dapat dilakukan lebih efektif dan efisien serta tepat sasaran.
Namun, kita juga memahami bahwa penerapan platform Kartin1 ke jenis kartu maupun identitas tertentu, masih harus menunggu infrastruktur legal yang berlaku.
Apalagi implementasinya pun harus berkoordinasi dengan instansi dan lembaga lain yang terkait. Bank Indonesia misalnya, telah meminta Ditjen Pajak tidak segera mengedarkan kartu ini kepada masyarakat sebelum melakukan kajian mendalam.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menuturkan Kartin1 sebenarnya hanya strategi perbankan dalam menawarkan produk uang elektronik kepada pegawai di lingkungan DJP.
“Bukan menawarkan kepada wajib pajak karena kalau menawarkan kepada wajib pajak harus melalui proses due diligence dan kajiannya cukup dalam,” ujar Agus.
Apapun juga, kita harus memberikan apresiasi kepada inovasi Ditjen Pajak untuk melihat peluang penerimaan negara dengan upaya integrasi data identitas yang diikuti pembangunan administrasi yang terintegrasi serta intensifikasi dengan data yang akurat. Semoga semuanya lancar.
Sumber: Bisnis.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar