Struktur Tarif Cukai Memberatkan Pelaku Bisnis

JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR Eva Kusuma Sundari menilai struktur tarif cukai yang ada saat ini masih dirasakan tumpang tindih dan menyulitkan para pelaku usaha. “Rokok ini diperlakukan secara tidak adil karena ada belasan (layer) cukai yang membebani dan tumpang tindih sehingga merugikan pelaku usaha,” kata Eva disalin dari Antara.

Untuk itu, Eva memuji apabila ada kajian yang dilakukan untuk menyederhanakan peraturan terkait layer cukai agar kebijakan tarif ini tidak lagi tumpang tindih dan pelaku usaha bisa mendapatkan manfaat.

Sebelumnya, pemerintah memberikan sinyal untuk mengkaji penghapusan peraturan perpajakan yang dinilai menimbulkan kerumitan dan menurunkan tingkat kepatuhan masyarakat serta mempersulit proses pungutan pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penyederhanaan berbagai peraturan perpajakan yang dinilai menimbulkan komplikasi dari sisi kepatuhan sangat dimungkinkan. “Apa-apa yang bisa untuk disimplifikasi maupun berbagai macam peraturan-peraturan yang sifatnya eksepsional atau pengecualian yang kemudian menimbulkan komplikasi dari sisi compliance-nya, maupun dari sisi collection cost-nya,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Salah satu kompleksitas dalam bidang perpajakan tersebut terjadi dalam sektor cukai rokok, yang saat ini dirasakan banyak kerumitan di struktur cukai tembakau Indonesia. Padahal cukai hasil tembakau menjadi salah satu andalan pemerintah dari sektor bea cukai untuk mendorong penerimaan negara. Pada 2017, pemerintah menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp157,6 triliun.

Rencana Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Goro Ekanto mengakui bahwa saat ini terdapat rencana penyederhanaan layer menjadi sembilan layer, dari 12 layer, dalam penetapan tarif cukai rokok. “Ke depannya, ini nanti akan direncanakan menjadi sembilan layer. Rencana ini sudah didiskusikan dengan stakeholder, baik pemerintah maupun pelaku industri,” katanya.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan bea dan cukai hingga 28 Februari 2017 telah mencapai Rp6,3 triliun. Berdasarkan rilis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang diterima di Jakarta, Jumat, realisasi tersebut berasal dari penerimaan bea masuk Rp4,84 triliun, cukai Rp999,4 miliar dan bea keluar Rp488,7 miliar. Penerimaan bea keluar bahkan telah melampaui target dalam APBN 2017 sebesar Rp340,1 miliar, sebagai dampak dari pulihnya harga komoditas global.

Namun, realisasi sementara ini sedikit lebih rendah dibandingkan periode sama tahun 2016 yang waktu itu mencapai Rp8,1 triliun. Pencapaian bea cukai pada 28 Februari 2016 berasal dari bea masuk Rp5,3 triliun, cukai Rp2,3 triliun dan bea keluar Rp376,1 miliar.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menyiapkan lima kebijakan untuk mengawal penerimaan bea cukai dan mendorong pelayanan kepabeanan di 2017. Kebijakan itu antara lain mempererat hubungan kerja sama dengan otoritas pajak untuk optimalisasi penerimaan perpajakan dan menekan waktu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time) secara proporsional.

Selain itu, mendukung hilirisasi industri dalam negeri dengan memberikan fasilitas Pusat Logistik Berikat, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Kawasan Berikat, melakukan penambahan objek cukai, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Komisi XI DPR menyatakan dukungannya terhadap langkah Bea Cukai terkait inisiatif ekstensifikasi bea cukai. Hal ini disebabkan oleh maraknya rokok ilegal, sehingga menyebabkan produksi rokok turun sebanyak tujuh miliar batang. Hal ini diungkapkan saat Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi melakukan rapat dengar pendapat dengan DPR Komisi XI pada Senin (16/1/2017) di Gedung Parlemen, Jakarta. Dalam rapat tersebut, Heru juga menyampaikan bahwa fokus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saat ini adalah pemberantasan rokok ilegal.

Heru juga menekankan pentingnya ekstensifikasi barang kena cukai baru pada tahun 2017. Sampai saat ini, barang yang diusulkan berupa plastik. Usulan ini dipandang dapat mengakomodasi fungsi pengendalian dan penerimaan negara. Anggota DPR Komisi XI Misbakhun, menyatakan pihaknya mendukung usulan Bea Cukai terkait ekstensifikasi barang kena cukai.

“Mengenai ekstensifikasi cukai, Indonesia memang sudah seharusnya menambah objek cukai. Pasalnya, negara kita termasuk yang memiliki objek cukai paling sedikit dibanding negara lain. Padahal kemampuan Ditjen Bea Cukai bisa mengakomodir lebih penambahan objek itu,” katanya.

Sumber : okezone finance, Rabu, 12 April 2017

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar