Substansi Reformasi Perpajakan

Usai Sudah program amnesti pajak pada 31 Maret lalu. Banyak yang menilai program amnesti pajak berhasil, namun tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa program ini gagal. Terlepas dari perdebatan berhasil atau tidaknya program ini, ada yang lebih penting dan menarik untuk diperbincangkan. Yakni, apa yang akan segera dilakukan oleh pemerintah setelah program amnesti pajak usai?

Di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, salah satu tujuan dilaksanakannya program amnesti pajak adalah untuk mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang valid, komprehensif dan terintegritas. Dengan kata lain, program amnesti pajak merupakan jembatan atau pintu masuk untuk langkah reformasi sistem perpajakan.

Di penghujung tahun 2016, pemerintah memang sudah membentuk Tim ReformasiPerpajakan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan mendukung pelaksanaan reformasi perpajakan. Namun hingga kuartal I sampai 2017, mencapai kinerja sebagaimana telah diumumkan menteri keuangan belum betul-betul menyentuh substansi reformasi sistem perpajakan.

Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa unsur yang saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan. Menurun Norman D. Novak dalam ” Tax Administration in Theory and Practice: With Special reference  to Chile (1970), terdapat tiga unsur dalam sistem perpajakan, yakni tax policy (kebijakan perpajkan), tax law (hukum perpajakan), dan tax administration (administrasi perpajakan). Tax administration ini meliputi the institution (lembaga), the person who work there (pegawai), dan the procedure (prosedur perpajakan).

Unsur-unsur itulah yang harus dibenahi agar sistem perpajakan kita lebih berkeadilan, mempunyai daya saing, menarik minat investor, meningkatkan tax ratio dan pada akhirnya bangsa kita mampu mencapai kemandirian dalam membiayai pembangunan, bukan mengandalkan utang dari luar negeri yang biasanya disertai dengan persyaratan-persyaratan yang mengganggu kedulatan kita sebagai bangsa yang merdeka.

Dari tiga unsur tersebut, tax administration adalah kunci dari berhasil atau tidaknya reformasi sistem perpajakan. sebagaimana menurut Novak: ” Tax administration is the key to tax policy”. Sebagus apapun hukum dan kebijakan perpajakan namun, disisi lain, otoritas perpajakan yang bertanggung jawab dalam adminstrasi perpajakan masih lemah maka tidak akan optimal.

Kuat dan Fleksibel

Berdasarkan survei dan kajian yang dilakukan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), ada sembilan kewenangan yang direkomendasikan sebagai prasyarat agar otoritas perpajakan mampu bekerja secara optimal, yaitu kewenangan membuat peraturan, menentukan sanksi /bunga, mendesain struktur organisasi internal, mengalokasikan anggaran, membuat standar pelayanan, menentukan formasi pegawai, menentukan kriteria pegawai, merekrut dan memecat pegawai dan terakhir menegosiasikan gaji pegawai.

Dari sembilan kewenangan tersebut, ada empat kewenangan yang belum dimiliki oleh otoritas perpajakan di Indonesia, yakni mendesain struktur organisasi internalnya sendiri alokasi anggaran, merekrut dan memberhentikan pegawai serta menegosiasikan tingkat gaji pegawai. Dengan nihilnya empat kewenangan dan harus tunduknya terhadap aturan-aturan dan kerangka umun administrasi kementrian diatasnya, otoritas perpajakan kita tidak memiliki fleksibilitas dalam menyusun dan menerapkan strategi-strategi serta langkah-langkah dalam rangka mencapai target penerimaan dari sektor pajak.

Fakta berbicara bahwa dalam kurun lima tahun terakhir, target penerimaan dari sektor pajak tidak pernah tercapai. tahun 2012 sampai dengan 2014, persentase pencapaian masih diatas angka 90%. Namun 2 tahun terakhir, yakni periode tahun 2015 dan 2016 hanya diangka 81,9% dan 81,4%.

Selain itu, yang harus menjadi perhatian kita bahwa tax ratio cenderung turun dalam 5 tahun terakhir. Di tahun 2012 sampai dengan 2014 tax ratio masih di atas 11%, sedangkan di tahun 2015 dan 2016 hanya di angka 10,70% dan 10,30%.

Reformasi perpajakan adalah suatu keniscayaan dengan telah diberlakukannya program amnesty pajak. Dengan adanya program ini, muncul sumber ekonomi dan sumber basis pajak baru, karena banyaknya harta deklarasi sebelumnnya tersembunyi. Kehadiran otoritas perpajkan yang lebih kuat dan fleksibel diharapkan mampu menindak lanjuti potensi pajak dari program amnesty pajak agar bisa di konfersi menjadi rupiah yang akhirnya bisa masuk ke kas negara.

Disamping itu, Presiden Djoko Widodo (Jokowi) juka memiliki kepentingan yang besar terkait reformasi perpajakan yang lain. Sebagaimana tertuang dalam Nawacita bahwa di Tahun 2019, tax ratio ditargetkan sebesar 16%.

Kenyataan bahwa persentase penerimaan pajak dan tax ratio yang cenderung turun dalam 5 Tahun terakhir adalah lampu kuning. ini alasan kuat bagi presiden jokowi untuk mendukung, mengupayakan, dan mengawal langsung reformasi perpajakan agar pelaksanaannya lebih substansial dan mendasar (Bukan reformasi semu) sehingga presiden jokowi dapat memenuhi janjinya.

Pemenuhan janji terkait reformasi perpajakan ini tentu akan berdampak sangat bagi Presiden Jokowi sendiri, jikalau memang menghendaki untuk kembali maju sebagai calon presiden di tahun 2019. Hal ini juga baik bagi bangsa Indonesia, karena penerimaan negara dari sektor pajak akan meningkat dan dengan begitu, negara tidak perlu terus berhutang untuk menutup defisit anggaran setiap tahun. Semoga.

Sumber: Kontan, Selasa 9 Mei 2017

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar