
JAKARTA. Pemerintah tengah menyiapkan aturan baru untuk memburu pengemplang pajak agar bisa dikenai sanksi. Meskipun sudah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2016, aturan detailnya masih akan dibahas selama satu bulan ke depan. Aturan baru ini nantinya diharapkan dapat menambah penerimaan pajak yang berasal dari pemeriksaan dan penagihan pasca-amnesti pajak hingga mencapai 45 triliun rupiah. Adapun target pemeriksaan dilakukan terhadap 1.750 wajib pajak (WP).
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, meragukan target pemerintah dapat tercapai, mengingat jumlahnya sangat besar. “Kalaupun tercapai, itu bisa memakan waktu 3–5 tahun, mungkin bisa itu,” katanya, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut Bhima, untuk dapat mencapai target tersebut, ada berbagai tahapan yang perlu dilakukan pemerintah, termasuk perlunya penegakan hukum. Dia mengusulkan agar mendorong Direktorat Jenderal Pajak menyelidiki dan mencocokan data. Terlebih lagi, tahun ini persiapan implementasi keterbukaan informasi global atau Automatic Exchange of Information (AEOI) pada 2018.
“Pada saat pertukaran data perbankan itu dimulai, akan kelihatan wajib pajak yang masih nakal. Nanti bisa dilihat, rekening dan pembayaran pajaknya apakah sudah cocok,” kata dia.
Menurutnya, sangat mudah mencari para pengemplang pajak ini karena mereka bisa ditelusuri dari salah satu media internasional penyedia daftar orang-orang terkaya di dunia. “Intinya, penegakan dan sasarannya jelas,” kata dia. Ditambahkan dia, pemerintah harus mempercepat penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) mengenai AEOI dan reformasi sistem DJP sehingga data-datanya bisa real time dan dengan cepat dapat memantau para pengemplang pajak.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menyatakan pemerintah tengah menyiapkan rancangan peraturan pemerintah untuk mengejar potensi pajak dari WP yang belum mengikuti maupun tidak sepenuhnya melaporkan harta maupun aset dalam program amnesti pajak. “Kita membuat aturannya supaya ada kepastian hukum bagi wajib pajak maupun aparat pajak karena tidak rinci dijelaskan dalam UU,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, seusai rapat koordinasi mengenai pajak di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Darmin menjelaskan aturan turunan ini akan berisi halhal yang lebih mendetail dari amanat Pasal 18 UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, yang akan memudahkan para pegawai pajak dalam mengejar kepatuhan para wajib pajak. Darmin memastikan aturan turunan ini akan memberikan penjelasan perihal sanksi bagi kelompok wajib pajak yang sama sekali tidak ikut amnesti dan wajib pajak yang telah ikut, namun tidak melaporkan harta maupun aset seluruhnya.
Selidiki Kasus Pajak
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membantah pernah mendapatkan instruksi maupun pesanan dari pihak tertentu untuk mengusut persoalan pajak wajib pajak (WP), termasuk di antaranya Fadli Zon. Keterangan pers DJP di Jakarta, akhir pekan lalu, menyebutkan DJP bukanlah alat politik, melainkan institusi penghimpun penerimaan negara yang bekerja berdasarkan Undang-Undang Perpajakan, baik UU formal dan material.
Untuk itu, DJP memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. “Dalam hal terdapat data atau informasi yang mengindikasikan ketidakpatuhan wajib pajak maka DJP akan mengambil langkah-langkah tindak lanjut, seperti memberikan teguran, imbauan, bahkan sampai melakukan tindakan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan pajak,” menurut pernyataan DJP.
Sumber: koran-jakarta.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pemeriksaan Pajak
Tinggalkan komentar