Menyibak Tirai Keuangan dengan Perppu

Tembok yang melindungi berbagai informasi tentang nasabah perbankan dan industri keuangan roboh sudah. Adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undng-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang menjadi bulldozernya.

Beleid yang berlaku sejak 8 Mei 2017 ini menganulir ketentuan dalam, tak tanggung tanggung. Lima Undang Undang sekaligus. UU yang tak lagi bergigi dalam melindungi kerahasiaan industri keuangan seperti UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Tidak terlalu sulit menebak alasan pemerintah merilis Perpu yang bak senjata pamungkas bagi lembaga fiskal ini. Dari dalam negeri, peningkatan penerimaan pajak sudah lama menjadi agenda kerja pemerintah. Namun, upaya mengerek penerimaan pajak kerap terbentur dengan terbatasnya informasi tentang wajib pajak.

Para pemburu pajak mahfum industri keuangan merupakan tempat yang paling pas untuk menjaring informasi yang dibutuhkan. Cuma, sebelum Perppu ini terbit, ada banyak sekat yang harus ditembus orang pajak sebelum bisa mendapatkan informasi keuangan.

Pemicu kehadiran Perppu ini juga datang dari luar negeri. Pemerintah beralasan telah mengikatkan diri dengan kesepakatan internasional untuk melakukan petukaran informasi keuangan secara otomatis alias Automatic Exchange of Financial Account Information.

Nah, komitmen untuk melakukan pertukaran informasi itu harus dkonkritkan dengan merilis aturan hukum setingkat UU sebelum 30 Juni 2017. Jika gagal memenuhi tenggat waktu itu, versi pemerintah, Indonesia akan dinyatakan gagal dan memenuhi persyaratan. Status yang tentu akan menggoyang kredibilitaas pemerintah.

Pebisnis Menolak

Memang sebelum perppu ini terbit, pemerintah di atas kertas bisa menagih dari industri keuangan. Hanya saja prosesnya berbelit. Permintaan informasi ke otoritas keuangan yang sekarang adalah OJK, harus datang dari  Ditjen Pajak dan sepengetahuan menteri keuangan.

Permintaan itu juga harus berdasarkan atas informasi awal. “Dulu kurang efektif. Sekarang dengan adanya Perppu, alur permintaan dibalik. Lembaga keuangan yang memberikan data ke Dirjen Pajak hngga itu bisa jadi data awal,” tutur Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA).

Pasal sanksi bagi industri keuangan, baik entitas maupun perorangan, memastikan tiap permintaan dari Ditjen Pajak menuai respon.

Dari namanya saha kita bisa menyimpulkan bahw manfaat perppu ini lebih banyak dinikmati oleh mereka yang kebagian tugas mengejar pajak. “Keuntungan lain bagi Indonesia, adalah bisa mendapatkan data tentang WNI yng menyimpan dananya di luar negeri. Apalagi, ada beberapa negara yang masuk kategori tax haven ikut bergabung,” tutur Mkhamad Misbakhun, anggota Komisi XI DPR.

Mudrat yang bisa ditimbulkan aturan ini belum terdengan kencang. Perbankan dan industri keuangan yang sudah pasti akan mendapat tugas ekstra, sejauh ini mengelkuarkan pernyataan yang normatif. “Ditjen Pajak berhak mendapat informasi data nasabah,” tutur Direktur Kepatuhan dan Risiko Perusaaan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Imam Budi Sarjito ke Harian KONTAN.

Suara kontra sejauh ini baru datang dar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI). “Data rekening adalah data sensitif dan sangat private,” tutur Ketua Tim Ahli Apindo Sutrisno Iwanto. Kehadiran Perppu, “Bisa membuat orang takut beraktivitas finansial,” kata Susi Meilina Ketua APEI.

Bisa jadi saat aturan pelaksanaan yang memperjelas kewaenangan Perppu ini muncul, suara penolakan akan lebih keras bergaung. “Dugaan saya aka nada penolakan karena ini privasi,” ujar Yustinus.

Untuk menangkis penolakan pemerintah harus mampu member alasan ke publik tentang perlunya Perppu diterapkan bagi wajib pajak dalam negeri. “Alasan seperti Perppu ini tidak mendesak, atau kia belum siap yang harus dikonter pemerintah,” imbuh Yustinus.

Rujukan Pembahasan Keterangan
Pasal  2 ayat 1 Industri yang tercakup dalam akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan Perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan ssuai standart pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional dibidang perpajakan
Pasal 2 ayat 2 dan 3 Isi laporan yang wajib disampaikan Laporan berisi informasi keuangan yang minimal memuat :

–          Identitas pemegang rekening

–          Nomor rekening keuangan

–          Indentitas lembaga jasa keuangan

–          Saldo atau niai rekening keuangan

–          Penghasian yang terkait dengan rekening keuangan

Pasal 2 ayat 4,5,6 dan 7 Kewajiban lain industri keuangan saat menyampaikan laporan 1.      Melakukan prosedur identifikasi yang minimal meliputi kegiatan :

a.       Verifikasi untuk menentukan negara domisili untuk kepentingan perpajakan bagi pemegang rekening maupun entitas

b.      Verifikasi untuk menentukan pemegang rekening keuangan merupakan pemegang rekening keuangan yang dilaporkan

c.       Verivikasi untuk menentukan rekening keuangan yang dimiliki oleh pemegang rekening keuangan merupakan rekening keuangan yang wajib dilaporkan

d.      Verifikasi terhadap entitas pemegang rekening keuangan untuk menentukan pengendalian entitas dimaksud merupakan orang pribadi yang wajib dilaporkan.

e.       Dokmentasi atas kegiatan dalam rangka identifikasi rekening keuangan.

2.      Tidak melayani pembukaan rekening baru atau memproses transaksi baru dari nasabah yang menolak untuk mematuhi ketentuan tersebut.

3.      Memberikan terjemahan untuk dokumentasi yang diselenggarakan dalam bahasa lain selain bahasa Indonesia.

Pasal 3 ayat 1 Mekanisme penyampaian 1.      Mekanisme elektronik melalui OJK

2.      Mekanisme non elektronik jika mekanisme elektronik belum tersedia ke Ditjen Pajak.

Pasal 7 ayat 1 Sanksi bagi pimpinan dan ata pegawai dari lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya atau entitas lain Pidana kurungan paling lama 1 tahun ata denda pidana maksimal Rp 1 miliar jika :

1.      Tidak menyampaikan laporan informasi keuangan

2.      Tidak melakukan prosedur identifikasi keuangan secara benar

3.      Tidak memberika n informasi dan atau bukti atau keterangan

Pasal 7 ayat 2 Sanksi bagi lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya dan atau entitas lain Pidana denda paling banyak Rp 1 miliar jika :

1.      Tidak menyampaikan laporan informasi keuangan

2.      Tidak melakukan prosedur identifikasi keuangan secara benar

Pasal 7 ayat 3 Sanksi bagi siapapun Pidana kurungan paliing lama 1 tahun atau pidana denda maksimal Rp 1 miliar jika membuat pernyataan palsu atau menyembunyian atas mengurangkan inforasi sebenarnya dan informasi yang wajib disampaikan

Sumber: Tabloid Kontan, 22-28 Mei 2017

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar