Ayo Simpan Kuitansi Supaya Ada Bukti

Maksudnya bagaimana sih? Apa artinya Ditjen Pajak benar-benar bisa lihat isi rekening kita? Begitu salah satu pertanyaan di grup whatsapp. Pertanyaan itu melengkapi postingan tautan berita di media massa yang menceritakan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.

Buat banyak pihak, kemunculan Perppu ini memang laksana dibangunkan mendadak menjelang imsak. Mengagetkan dan menyesakkan. Maklum, Perppu ini membabat habis prinsip kerahasiaan data nasabah institusi keuangan yang diatur dalam beberapa ketentuan perundang-undangan.

Setidaknya ada beberapa ketentuan di tiga UU yang tamat setelah lahirnya Perppu yakni Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 35 A UU Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pasal 40 dan Pasal 41 UU Nomor 7/1992 tentang Perbankan, serta Pasal 47 UU Nomor 8/1995 tentang Pasar Modal.

Maklum, Perppu ini memberi kekuasaan bagi otoritas pajak untuk menyidik dan meneliti data keuangan nasabah. Otoritas pajak berwenang meminta informasi dan bukti tambahan dari lembaga keuangan. Karena itulah, Perppu menganulir beberapa pasal yang selama ini menjadi gembok informasi nasabah jasa keuangan.

Dengan demikian, mulai saat ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memiliki akses tanpa batas atas informasi yang berhubungan dengan data rekening nasabah perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Darmin Nasution mengatakan, Perppu ini berlaku untuk semua wajib pajak (WP), baik warga negara Indonesia maupun asing yang berada atau bekerja di Indonesia.

Walhasil, Ditjen Pajak saat ini tak perlu lagi minta persetujuan Menteri Keuangan dan pihak lain untuk mengakses data nasabah industri keuangan. “Dulu kan harus minta persetujuan ke Menkeu, BI dan OJK. Sekarang langsung saja,” katanya.

Pertanyaannya tentu saja, apa dampak ketentuan ini buat wajib pajak? Pekan lalu, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menggelar focus group discussion untuk membahas ketentuan Perppu ini. Ada beberapa kesimpulan dari diskusi yang berlangsung seru itu.

Pertama, tetap ada batasan dari informasi yang akan dipertukarkan, baik informasi yang dimintakan negara mitra maupun informasi yang dimintakan Pemerintah Indonesia. Ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi berdasarkan Perjanjian Internasional.

Misalnya, informasi tidak boleh spekulatif dan harus memiliki dasar yang jelas, tidak mengakibatkan terungkapnya rahasia perdagangan, usaha, industri, perniagaan, atau keahlian dari WP, dan tidak berhubungan dengan rahasia negara, kebijakan publik, kedaulatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional.

Kedua, pertukaran informasi dilakukan on request atau berdasarkan permintaan, spontan dan otomatis. Sesuai PMK No.39/2017, ada aturan-aturan yang lebih spesifik lagi yang mengatur setiap jenis permintaan informasi tersebut.

Standar nilai saldo untuk permintaan informasi yang dibagikan secara otomatis atau periodikal sebagai contoh, akan ditentukan batasannya dalam aturan pelaksanaan berbeda.

“Kalau menurut informasinya kan batasannya Rp 500 juta. Jadi di atas itu masuk pelaporan otomatis,” kata Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA). Ini lebih rendah dari standar pelaporan untuk nilai saldo dalam traktat Automatic Exchange of Information (AEoI) sendiri yang mencapai US$ 250.000.

Mengacu data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), per Februari 2017 ada sekitar 1 juta rekening dengan saldo minimal Rp 500 juta. Total nilai saldo dari rekening itu sekitar Rp 3.458,12 triliun atau 72% dari total simpanan dana pihak ketiga (DPK) bank. Pemilik rekening ini yang akan menjadi sasaran awal.

Wajib Pembukuan

Ketiga, dampak terhadap WP orang pribadi. Pasal 2 Perppu tersebut mengatur, penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan termasuk yang harus dilaporkan. Ada dua makna dari penghasilan yang terkai dengan rekening keuangan ini.

Makna pertama adalah penghasilan yang didapat WP dari rekening seperti bunga dari tabungan. Makna kedua, sumber dana atau sumber penghasilan dari dana atau transaksi yang ada di rekening keuangan.

Pengamat Perpajakan yang juga pengurus IKPI, Prianto Budi Saptono menilai, aturan ini mirip dengan ketentuan know your customer dalam UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Maknanya jelas, aparat pajak bisa mempertanyakan sumber penghasilan dari dana yang ada di rekening. Tujuannya untuk mengetahui apakah penghasilan yang didapat WP itu merupakan objek pajak yang berhak dipungut pajak atasnya atau penghasilan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan.

Ini sejatinya juga bentuk konsekuensi pengawasan dan penegakan hukum ketentuan UU Nomor 11/2017 tentang pengampunan pajak. Pasal 18 UU tersebut mengatur, jika Ditjen Pajak mengetahui adanya harta yang belum dilaporkan setelah tax amnesty maka akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan akan dikenakan pajak dengan tarif khusus.

Maknanya, WP orang pribadi harus menyiapkan bukti data, pembukuan, atau catatan jika sewaktu-waktu aparat pajak melakukan pemeriksaan. Ini sesuai dengan pasal 29 ayat (3) UU KUP yang mengatur bahwa wajib pajak yang diperiksa wajib memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak.

Secara lebih spesifik, ini juga diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-07/PJ/2017 tentang Pedoman Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban perpajakan. Ada juga Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-10/PJ/2017 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Dua beleid tersebut juga mengatur, aparat pajak berhak meminta keterangan kepada WP termasuk meminta pembukuan atau pencatatan yang dilakukan atau dimiliki WP serta meminta klarifikasi terhadap data yang ditemukan atau dimiliki pemeriksa pajak.

SE No. 10/2017 bahkan memberikan kekuasaan kepada aparat pajak untuk mengakses dokumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dalam hal WP yang sedang dilakukan pemeriksaan adalah penyelenggara negara.

SE juga secara khusus memerintahkan aparat pajak untuk memperhatikan rekening koran WP yang bersifat transitory account, yakni akun rekening yang memikiki saldo awal dan/atau saldo akhir nihil, akan tetapi sepanjang periode tersebut terdapat transaksi bank.

Jika ada transitory account baik atas nama WP maupun atas nama pihak lain yang terkait dengan WP, pemeriksa pajak harus melakukan peminjaman dokumen atau melakukan pembukaan rahasia nasabah penyimpan.

Artinya, meski saldo di bawah ketentuan pelaporan periodik, jika WP terkena pemeriksaan, seluruh rekeningnya otomatis akan diperiksa.

Buat WP badan atau korporasi, kewajiban untuk memiliki pencatatan dan dokumentasi bukanlah masalah. Problem datang manakala WP yang diperiksa adalah wajib pajak orang pribadi. Maknanya jelas, WP orang pribadi harus memiliki catatan atau pembukuan atau bukti data seta dokumentasi terkait penghasilan yang dimilikinya atau dana di rekeningnya. “Dan harus disimpan minimal selama 5 tahun sesuai daluarsa pemeriksaan,” kata Prianto.

Konsekuensi yang mungkin timbul dari ketentuan yang merepotkan WP orang pribadi ini adalah WP yang memiliki perusahaan kemungkinan akan mengalihkan banyak aset finansialnya menjadi miliki perusahaan. “Perusahaannya kan milik dia juga. Yang penting dia bisa menikmati,” ujar Prianto.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai, sebetulnya pelaku usaha mendukung kebijakan akses informasi perpajakan. Apalagi jika diniatkan untuk mengejar WP nakal yang selama ini menolak membayar pajak.

Cuma, jangan sampai terjadi, ketentuan pajak yang baru ini menambah susah WP atau menyulitkan WP atau bahkan menjadi alat untuk menekan dan memeras pelaku usaha demi mengejar target APBN.” itu niat yang salah. Jangan sampai masyarakat yang sudah ikut tax amnesty jadi pudar kepercayaannya,” katanya.

Sementara Yustinus menilai, tidak masalah jika ada WP pribadi yang mengalihkan hartanya ke perusahaan miliknya agar tidak direpotkan oleh urusan pembuktian dan pencatatan. Toh, “Saat ini praktik tersebut juga sudah berjalan,” katanya.

Poin Penting PMKNo.39/PMK.03/2017

Tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional

  • Informasi adalah kumpulan data, angka, huruf, kata, citra, keterangan lisan, dan/atau keterangan tertulis yang dapat memberikan petunjuk dan/atau informasi mengenai penghasilan orang pribadi atau badan yang bersumber dari pekerjaan dalam hubungan kerja, pekerjaan bebas, kegiatan usaha, modal,dan/ atau sumber lainnya, serta informasi mengenai kekayaan/harta termasuk informasi keuangan yang dimiliki dan/atau disimpan oleh orang pribadi atau badan, baik miliknya sendiri maupun milik orang pribadi atau badan lainnya, yang dapat berbentuk rekaman (audio/visual/audio visual), surat, dokumen, buku, catatan atau bentuk lainnya, baik dalam bentuk cetakan maupun elektronik.
  • Pertukaran informasi bertujuan untuk :

a. mencegah penghindaran pajak;

b. mencegah pengelakan pajak;

c. mencegah penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak; dan/atau

d. mendapatkan informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.

  • Pertukaran Informasi dapat bersifat resiprokal, yang meliputi :

a. Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan;

b. Pertukaran informasi secara spontan; dan/atau

c. Pertukaran informasi secara otomatis.

  • Informasi yang diminta harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Telah dilakukan segala upaya untuk mencari informasi di negara atau yurisdiksi tempat asal;

b. Tidak spekulatif dan memiliki hubungan yang jelas dengan dasar permintaan informasi;

c. Didasari atas kecurigaan dan dugaan yang memadai;

d. Diyakini terdapat di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, atau di Indonesia;

e. Tidak mengakibatkan terungkapnya rahasia perdagangan, usaha, industri, perniagaan, atau keahlian; dan

f. Tidak berhubungan dengan rahasia negara, kebijakan publik, kedaulatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional.

Poin Penting Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ/2017

Tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Lapangan dalam Rangka Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

  • Wajib Pajak yang diperiksa wajib memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak.
  • Jenis buku, catatan, dan dokumen yang harus dibawa oleh Wajib Pajak menyesuaikan dengan risiko yang telah diidentifikasi pada Rencana Pemeriksaan (Audit Plan) dan memperlihatkan teknik pemeriksaan minimal yang akan dilakukan.
  • Aparat pajak berhak meminta keterangan kepada WP termasuk meminta pembukuan atau pencatatan yang dilakukan WP serta meminta klarifikasi terhadap data yang ditemukan pemeriksa dengan data yang dimiliki aparat pajak.
  • Aparat pajak dapat meminta surat kuasa untuk melihat dokumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dalam hal WP yang sedang dilakukan pemeriksaan adalah penyelenggara negara.
  • Aparat pajak harus memperhatikan rekening koran WP yang bersifat transitory account, yakni akun rekening yang memiliki saldo awal dan/atau saldo akhir nihil akan tetapi sepanjang periode tersebut terdapat transaksi bank.
  • Surat panggilan kepada Wajib Pajak berisi :

a. waktu, tempat, dan maksud dilaksanakannya pertemuan antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak; dan

b. buku, catatan, dan dokumen yang harus dibawa oleh Wajib Pajak

c. waktu dilaksanakannya pertemuan sehubungan dengan surat panggilan ditentukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya Surat Panggilan, dengan mempertimbangkan lokasi Wajib Pajak.

d. Tempat dilaksanakannya pertemuan sehubungan dengan surat pemanggilan di kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) atau di kantor DJP selain kantor UP2 dengan mempertimbangkan lokasi Wajib Pajak.

 

Sumber : Tabloid Kontan, 29 Mei – 4 Juni 2017, hal 38-39

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar