Pasokan Minim, Harga Jagung Naik

JAKARTA. Kalangan industri pakan ternak mulai khawatir terkait kepastian ketersediaan jagung untuk pakan ternak pada semester kedua 2017. Kekhawatiran itu disebabkan karena panen raya jagung telah berlangsung pada semester pertama yang mencapai sekitar 65% dari total produksi setiap tahunnya.

Kekhawatiran industri pakan ternak ini berdasar. Sebab selama semester pertama, harga jagung tetap tinggi di antara Rp 4.000- Rp 4.500 per kilogram (kg) padahal ada panen raya. Apalagi ada semester kedua tidak ada panen raya, maka stok jagung di pasaran berkurang drastis dan dikhawatirkan akan semakin memicu kenaikan harga.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo mengatakan, meskipun ketersediaan jagung pada semester pertama cukup, tapi harganya terlalu tinggi. “Pada semester kedua tahun ini produksi yang tersisa tinggal 35% saja, jadi kami perkirakan harga akan naik lebih lagi,” ujarnya kepada KONTAN Selasa (11/7).

Berdasarkan proyeksi Kementerian Pertanian (Kemtan) produksi jagung pada tahun ini mencapai 26 juta ton atau naik 10,6% dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar 23,5 juta ton.

Bila pada semester kedua tahun ini produksi jagung tinggal 35% dari total produksi, maka masih ada sebanyak 9.100 ton jagung yang akan panen. Sementara kebutuhan jagung pada semester kedua tahun ini tinggal sebesar 4.200 ton saja.

Dengan hitungan itu Koordinator Forum Peternak Layer Nasional (PLN) Ki Musbar optimis kebutuhan jagung hingga akhir tahun dapat terpenuhi. “Saya yakin produksi jagung cukup karena setiap bulan ada panen. Saat ini harganya yang sangat tinggi juga membuat petani semangat menanam jagung,” ungkapnya.

Namun pemerintah perlu mengatasi kenaikan harga jagung dalam negeri, agar harga pakan tidak melonjak. Musbar bilang diperlukan solusi yang komprehensif seperti kawasan agro industri terpadu, supaya harga dapat terus berada di angka yang wajar.

Data dipersoalkan

Meskipun di atas kertas produksi jagung surplus, tapi kalangan yang membutuhkan jagung menilai data Kemtan soal produksi jagung tidak sejalan dengan ketersediaan jagung di pasaran.

Sebab bila pasokan jagung melimpah, maka seharusnya harga jagung otomatis akan turun. Tapi fakta di lapangan justru harga jagung melonjak pada semester pertama tahun ini di tengah puncak panen raya jagung kembali.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa mengatakan produksi jagung yang diklaim Kemtan itu tidak sama dengan data produksi yang dikeluarkan lembaga lain seperti Foreign Agricultural Service United States Department of Agriculturure (FAS-USDA). Lembaga ini mengeluarkan data produksi jagung Indonesia pada tahun 2016 hanya sebesar 10,5 juta ton.

Data tersebut jauh berbeda dengan Kemtan yang mengklaim 23,5 juta ton. “Logikanya jika produksi naik , harga turun. Tetapi ini, produksi naik, harga naik, sehingga terjadi anomaly,” ucapnya.

Oleh karena itu Penasehat GPMT Sudirman, mengatakan sebenarnya produksi jagung dalam negeri kurang, maka harga naik. Dia mendesak Kemtan memperbaik data produksi jagung agar akurat.

Walau harga naik namun Kasubit Jagung Ditjen Tanaman Pangan Kemtan Andi Saleh  memastikan tidak aka nada impor jagung sampai akhir tahun. Ia optimis produksi jagung lokal masih sesuai target Angka Ramalan I tahun ini yakni 26 juta ton. “Kami optimis produksi tidak meleset,” imbuhnya.

Sumber: Harian Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar