Satu Pengusaha Dibidik DJP

Pengemplang pajak terus diburu. Setelah pekan lalu menerapkan proses gijzeling (sandera) terhadap wajib pajak (WP) berinisial EB, dalam waktu dekat, satu pengusaha nakal lagi bakal disandera. Pengusaha itu satu dari 16 WP yang memang sudah masuk daftar incaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kaltim-Kaltara.

Kanwil DJP Kaltim-Kaltara Samon Jaya mengatakan, pihaknya tidak dapat membocorkan seputar identitas WP tersebut. Sesuai aturan, soal identitas WP harus terjaga. Sehingga mereka masih memiliki privasi dan martabat. Apalagi, yang mereka lakukan tidak termasuk hukum pidana atau kriminal, tetapi pelanggaran administrasi karena tidak membayar.

“Untuk satu WP lagi, ada rencana (sandera) dalam waktu dekat. Kami sekarang masih melakukan pengintaian oleh tim lapangan. Perlu pengamatan keberadaan dan perilakunya. Sedangkan untuk 14 WP yang terdaftar dalam list, kami masih perlu melengkapi data mereka. Jadi, target terus berjalan, satu KKP kami targetkan dua WP,” bebernya, Jumat (21/7).

Penunggakan pajak yang diburu ini terhitung dengan nilai minimal Rp 100 juta. Pengemplang yang paling besar jadi prioritas utama. “Namun, kami perhatikan mana yang sudah lebih dahulu proses terpantaunya,” jelasnya. Tercatat, hingga saat ini, tunggakan pajak di Kaltim-Kaltara cukup besar mencapai Rp 4,2 triliun. Terdiri dari sektor tambang batu bara, sektor kayu lapis, industri kelapa sawit, real estate, dan sebagainya.

Pekan lalu, salah satu kasus gijzeling dialami oleh pengemplang pajak berinisial EB. Dia harus tersandera sebelum akhirnya melunasi tunggakan Rp 2,37 miliar. Jumlah tersebut berasal dari tunggakan Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Pajak Pemotongan dan Pemungutan Pasal 23 (yang dipotong/dipungut dari pihak lain yang seharusnya segera disetor). Lama tunggakan pajak dari 2013–2016.

“WP ini ditangkap di Jakarta karena posisi dia berada di ibu kota (saat diamankan petugas). Tak ada masalah mau di mana saja penangkapannya karena kami bisa mendeteksi keberadaan mereka, tak ada lagi tempat sembunyi. Jangan menghindar karena akan membuat WP dan keluarganya susah,” ucap Samon.

EB pun terhitung sempat merasakan proses gijzeling selama 16 jam. Tepatnya sejak penangkapan Rabu (12/7) pekan lalu, kemudian Kamis pagi dia bersedia melunasi seluruh tunggakannya. Samon mengatakan, kasus sandera tersebut menjadi kali pertama yang terjadi di wilayah Kalimantan. Termasuk sukses karena dengan 16 jam mampu membuat WP langsung membayar kewajibannya.

Diketahui, DJP Kaltim-Kaltara sudah lama mengawasi aktivitas WP. Tidak tanggung-tanggung, hitungan waktu pemantauan mencapai 2-3 tahun. Sayangnya, semua cenderung menghindari pembayaran. Padahal, banyak opsi yang ditawarkan DJP sebelum menyeret WP pada tahap gijzeling. Mulai langkah persuasif hingga penyitaan aset agar WP tak merasakan penderitaan sel. Samon menjelaskan, proses sandera tidak serta-merta langsung mereka lakukan. Pihaknya aktif memberikan imbauan apabila laporan pajak tak sesuai dengan besaran pajak yang terbayarkan dan data yang dimiliki DJP.

“Kami tegur agar melakukan pembayaran lagi. Nyatanya, ada yang cuek dan menyangkal, kami periksa lagi dan mengumpulkan informasi agar ada penguat bukti. Kemudian, bisa keluar surat ketetapan pajak (SKP) yang menjadi alat eksekusi. Tapi, saat pemeriksaan saja kami masih kasih kesempatan WP mau lengkapi data atau tidak,” ucapnya.

Sehingga, WP masih punya kesempatan mengajukan keberatan dan hak pembelaan. Saat itu, DJP dapat menelaah lagi data-data WP. Apabila ditemukan kesalahan data dan WP benar, maka masalah akan selesai. Namun jika nyatanya data milik DJP kuat dan WP tak bisa membuktikan, maka keberatan akan ditolak.

“WP masih bisa ajukan banding ke pengadilan pajak. Ada proses sidang lagi, kami dipanggil sebagai pihak tergugat. Tapi ini membuktikan kalau memang ada demokrasi dalam pajak. Kalau sudah banding dan masih ditolak, pengadilan masih bisa mengajukan peninjauan kembali (PK),” tuturnya.

Jika PK tersebut ternyata masih ditolak, berarti sudah berkekuatan hukum tetap. Saat itu, DJP berhak melakukan penagihan dengan surat paksa, batasannya 2×24 jam. Kalau dalam jangka waktu tersebut WP masih juga tidak membayar, DJP berhak melakukan penyitaan aset, di antaranya rumah, tanah, kendaraan, dan rekening bank.

“Jadi, ada surat teguran hingga lelang aset, pencegahan ke luar negeri, dan pemblokiran rekening. Masih tak bisa juga, langkah terakhir, yakni gijzeling. Aturannya 2×6 bulan, kalau 6 bulan pertama masih belum bayar, kami akan mengajukan perpanjangan penahanan pada Kementerian Hukum dan HAM,” jelasnya.

Apabila dalam enam bulan tidak melunasi, gijzeling akan diperpanjang enam bulan ke depan sampai tunggakan lunas. Samon menyebutkan, berdasarkan aturan hukum, WP dapat keluar dari sel apabila telah melewati waktu satu tahun tersebut. Namun, bukan berarti WP bisa bebas dari tunggakan pajaknya. DJP tetap mengejar dengan melakukan penyitaan aset sampai memenuhi angka nominal pajak. Sehingga baru berakhir ketika tunggakan pajak lunas.

“Tapi, kalau dia langsung bayar saat sandera, kami bisa segera bebaskan. Sama saja kami lapor polisi, tapi kalau dia sudah bayar pajak lunas, nanti kami akan langsung cabut laporannya. Awalnya memang di Rutan Salemba, namun kalau terus mengelak, bisa saja WP dikirim ke Nusakambangan,” tuturnya.

Ia mengaku, DJP Kaltim-Kaltara terus menunggu niat baik WP. Termasuk jika mereka meminta kelonggaran waktu agar dapat melunasi pembayaran pajak meski harus menjual aset yang ada. Jadi, ada banyak pertimbangan dan kelonggaran yang sudah dilakukan sebelum proses gijzeling.

“Kalau orang masih alergi pajak, ini perlu mindset yang berubah. Sosialisasi sudah banyak, tapi karena mereka merasa tidak ada kesadaran dan menganggap ini kerugian, ya, pikirannya pajak negatif mulu,” sebutnya.

“Kami pun menghindari sampai pada proses sandera, makanya kami imbau dan ingatkan terus untuk melakukan pembayaran pajak. Tapi karena tidak ada niat baik, banyak ngeles, mau tak mau harus melewati jalan ini,” sambungnya.

Informasi yang diterima media ini, satu WP yang akan disandera tersebut berasal dari Bontang. Saat dikonfirmasi, hal itu dibantah Kepala KPP Pratama Bontang M Herijanto Utomo. Dia mengaku memang ada dua WP yang menjadi sasaran sandera, namun bukan dari Kota Taman.

Herijanto yang ditemui media ini di ruangannya, Rabu (19/7), didampingi Mahmud, kasi penagihan, menyebut bahwa WP memang tidak mesti ditahan di tempat dia terdaftar. Seperti yang dilakukan Dirjen Pajak Kaltimra yang menyandera WP di Rutan Salemba, Jakarta. “Kebetulan, dia (EB) ditangkap di sana (Jakarta), jadi ditahan di Salemba,” ungkapnya.

Dalam hal mencari WP yang akan disandera, mereka bekerja sama dengan intelijen dan semua kantor wilayah (kanwil). Sehingga memudahkan proses. Menurut Herijanto, sebagian besar penunggak pajak banyak yang melunasi saat diberikan teguran, walaupun ada yang menyicil. “Gijzeling itu upaya terakhir. Sebelum itu, kami harus berikan teguran, lalu surat paksaan. Setelah itu, kami bisa melakukan blokir (rekening), cekal, atau penyitaan,” terangnya.

Untuk WP yang terdaftar di Bontang pun lebih didominasi oleh badan atau perusahaan, baik yang berada di Kota Taman maupun Kutim. Perusahaan tersebut umumnya adalah cabang. “Jadi, pajak dari perorangan itu kecil. Hanya 0,7 persen, padahal setahun kami bisa dapat Rp 3 triliun. Jadi, hanya sekitar Rp 6–10 miliar kalau dari pajak perorangan,” ujarnya.

Dari sekitar 2.000 WP penunggak pajak di wilayah Kaltim dan Kaltara, seratusan terdaftar di KPP Pratama Bontang. Jumlah tunggakan mereka mencapai Rp 70 miliar.

Sumber : kaltim.prokal.co

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar