Harga BBM Subsidi Sudah Tak Ekonomis Lagi

JAKARTA. Tren kenaikan harga minyak mentah dunia membawa risiko memberatnya beban subsidi energi yang harus ditanggung Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2017. Tapi di sisi lain kenaikan harga BBM akan semakin menggerus daya beli masyarakat yang saat ini dalam kondisi lemah.

Dilema ini tampaknya harus ditanggung pemerintah. Pasalnya, dalam APBN Perubahan 2017, parlemen hanya memberikan persetujuan alokasi subsidi yang mepet. Dengan tren kenaikan harga minyak dunia kenaikan saat ini, potensi kenaikan harga BBM bersubsidi usai September besar.

Dalam APBNP 2017, asumsi harga minyak Indonesia atau Indonesia crude price (ICP) sebesar US$ 48 per barel. Walau sudah naik dari asumsi APBN 2017 yang sebesar US$ 45 per barel, angka ini lebih rendah dari harga minyak dunia saat ini sudah di kisaran US$ 50 per barel. Sementara asumsi nilai tukar rupiah turun dari Rp 13.500 jadi Rp 13.400 per dollar AS.

Pengamat Energi dari Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, jika melihat reaIisasi rata-rata ICP dari Januari hingga Juni 2017 yang sebesar US$ 48,9 per barel, harga BBM saat ini memang sudah di bawah harga keekonomian nya. “Harusnya harga BBM sudah naik sejak dulu,” ujar Mamit, (31/7).

Dia memperkirakan, hingga akhir tahun ada potensi kenaikan harga rata-rata ICP lebih besar lagi, sebab belakangan ini harga minyak dunia kembali menembus US$ 50 per barel. Mamit menghitung, harga keekonomian solar bersubsidi lebih tinggi Rp 600-Rp 700 per liter dari harga saat ini.

Sementara harga keekonomian premium lebih tinggi Rp 300-Rp 400 per liter dari harga saat ini. Hitungan itu berdasarkan beberapa acuan. “Yang pasti harga MOPS (mean of plats Singapore) rata-rata dalam tiga bulan ini US$ 51-US$ 54 per barel, kurs Rp 13.300 per dollar, pajak pertambahan nilai (PPN) 10%, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) 5%,” katanya.

Pengamat Energi Reforminer Institute Komaidi Notonegoro sependapat. Menurutnya harga BBM bersubsidi saat ini sudah di bawah harga keekonomian. Oleh karena itu, dia memperkirakan, anggaran subsidi energi sebesar Rp 89,9 triliun di 2017 tak. Dari jumlah itu subsidi BBM dan LPG 3 kg dialokasikan sebesar Rp 44,5 triliun.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah hingga kini masih mencari keseimbangan dari dua kemungkinan.

Pertama, keputusan tidak mengubah harga BBM dan elpiji 3 kilogram (kg) hingga akhir September 2017 serta akhir tahun dilakukan untuk menjaga inflasi di level rendah. Langkah ini sekaligus mencegah pelemahan daya beli masyarakat.

Kedua, jika harga ditahan maka perhitungan dan pembayaran subsidi oleh pemerintah lebih tinggi. “Kami mencari balance-nya. Harga BBMnya berapa sehingga itu bisa tetap kondusif menjaga tingkat inflasi, tapi kalau harga internasionalnya naik maka itu jadi utang pemerintah,” kata Suahasil, Senin (31/7).

Keseimbangan penting untuk pertumbuhan ekonomi.Mengingat kenaikan harga BBM akan menggerus daya beli konsumen. Keputusan pemerintah tidak menaikkan harga energi berupa BBM dan LPG 3 kg hingga akhir kuartal ketiga memperhatikan dampak tiga hal itu.

Namun pasca akhir September, pemerintah akan membuat keputusan lagi. “Artinya kalau terjadi kenaikan harga (minyak) sedikit, ya tidak apa- apa, jangan terlalu reaktif. Kami amati dulu, nanti akan diaudit oleh BPK, berapa yang sebenarnya utang pemerintah ke Pertamina,” ujar. Pertamina mengklaim tagihan ke pemerintah Rp 38 triliun.

Wiratmadja Dirjen Migas kepada KONTAN mengatakan, evaluasi harga BBM per tiga bulan. “Jadi baru akan di putuskan akhir September,” ujarnya.

Sumber : Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar