Badan Pusat Statistik (BPS) menyimpulkan daya beli masyarakat saat ini masih bagus. Hal itu merujuk dari data rendahnya laju inflasi Juli yang tercatat hanya sebesar 0,22 persen.
Rendahnya daya beli masyarakat selama ini dituding menjadi salah satu biang keladi lemotnya kinerja pertumbuhan ekonomi. Apalagi, pada bulan Ramadan lalu, kinerja ritel lebih lesu dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto menyebutkan inflasi Juli 0,22 persen. Angka ini lebih rendah dari bulan sebelumnya 0,69. Menurutnya, inflasi Juli tergolong rendah karena masih dalam situasi normalisasi harga-harga setelah Hari Raya Idulfitri.
“Idealnya, kalau inflasi terkendali, maka daya beli bagus. Kalau inflasi tinggi, maka daya beli akan rendah. Ini akan membuat daya beli terjaga,” kata Kecuk dalam jumpa pers, Jakarta, kemarin.
Kecuk tidak sepakat dengan pandangan rendahnya inflasi menunjukkan pelemahan permintaan. Menurutnya, inflasi rendah karena pemerintah mampu menjaga stabilitas harga pangan. “Pengendalian pangan jauh lebih bagus meskipun ada bulan puasa,” katanya.
Selain itu, lanjut Kecuk, tidak ada dampak dari penyesuaian kenaikan tarif listrik (TDL).
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Yunita Rusanti memperkuat kesimpulan Kecuk. Menurutnya, tidak ada penurunan daya beli, namun yang berubah cara belanja masyarakat. “Sekarang banyak online. Banyak masyarakat yang tadi belanja dengan cara konvensional ke online,” ungkapnya.
Data BPS menyebutkan inflasi Juli 2017 lebih disebabkan komponen pengeluaran inti, bukan harga barang atau jasa yang diatur pemerintah (administered price).
Komponen pendidikan, rekreasi, dan olahraga merupakan komponen yang mengalami inflasi terbesar pada Juli 2017. Hal tersebut bertepatan dengan tahun ajaran sekolah 2017. Inflasi komponen pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,62 persen, sedangkan andilnya terhadap inflasi mencapai 0,05 persen.
Untuk komponen makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau terjadi inflasi sebesar 0,57 persen dan andilnya terhadap inflasi Juli 2017 sebesar 0,1 persen.
Selain itu, komponen bahan makanan mengalami inflasi 0,21 persen dan andilnya terhadap inflasi Juli 2017 sebesar 0,04 persen. Namun, ada beberapa kelompok bahan makanan yang memberikan deflasi yakni bawang putih sebesar 0,07 persen, daging ayam ras 0,02 persen, beras dan cabai merah sebesar 0,01 persen. Kemudian, komponen perumahan, listrik, air, dan gas mengalami inflasi 0,06 persen dan andilnya terhadap inflasi Juli 2017 sebesar 0,02 persen. Sementara komponen sandang dan kesehatan memiliki andil pada inflasi Juli 2017 sebesar 0,01 persen. Dan, terakhir komponen transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi 0,08 persen dan andilnya sebesar 0,01 persen.
Dari 82 kota Indeks Harga Konsumen (IHK), sebanyak 59 kota mengalami inflasi dan 23 kota menyumbang deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Bau-Bau sebesar 2,44 persen dan terendah di Meulaboh sebesar 0,01 persen.
Sementara itu, deflasi tertinggi pada periode ini terjadi di Merauke sebesar 1,5 persen dan terendah di Metro dan Probolinggo masing-masing sebesar 0,07 persen.
Kondisi Masih Oke
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution optimistis, laju inflasi sepanjang 2017 masih bisa mencapai di bawah 4 persen walaupun pada awal tahun inflasi sempat melambung tinggi.
Menurutnya, dengan inflasi Juli 0,22 persen berarti kondisi masih aman. “Kalau inflasi 0,22 persen ya sebenarnya dari rata-rata bulanannya masih masuk karena 0,22 dikali 12 itu belum sampai tiga persen kan. Jadi 0,22 persen masih oke,” katanya.
Darmin berharap pada sisa bulan di semester II-2017, laju inflasi akan semakin rendah sehingga target inflasi dapat tercapai. Sebelumnya dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah menargetkan inflasi 4 persen, namun direvisi dalam APBN-P menjadi 4,3 persen.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar