JAKARTA. Penjualan retail saat ini tengah lesu. Pusat perbelanjaan pun mulai terlihat sepi. Hal ini disinyalir sebagai salah satu bukti pelemahan daya beli masyarakat. Namun, di sisi lain anjloknya penjualan retail ini juga disebut karena adanya peralihan pola belanja masyarakat ke sektor e-commerce atau perdagangan elektronik.
Namun, menurut Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, penurunan penjualan retail ini bukan disebabkan oleh adanya peralihan pola belanja masyarakat. Sebab, porsi sektor e-commerce terhadap penjualan retail masih kurang dari 1%.
“Kalau soal e-commerce share-nya kurang dari 1%, tepatnya 0,7% terhadap total retail nasional. Meskipun ada yang naik sampai 200% total omzetnya, itu tidak mencerminkan kondisi perekonomian nasional,” ujarnya kepada Okezone.
Penurunan penjualan retail ini pun diyakini lebih karena penurunan daya beli masyarakat. Keadaan ini juga ditekan oleh penurunan serapan tenaga kerja pada semester pertama 2017.
“Ini dibuktikan dari data BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) per semester I-2017 itu penyerapan tenaga kerja kita turun 141.000 dibandingkan semester satu (tahun) sebelumnya,” ujarnya.
Hal ini pun turut menekan penjualan retail di Indonesia. Keadaan inilah yang menyebabkan penjualan retail masih belum membaik sejak 2016.
“Kalau sudah begini kondisinya kan artinya pendapatan masyakarat secara umum memang mengalami perlambatan. Retail ini kan sebagai hilir. Otomatis dampaknya akan ke retail,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengatakan bahwa hingga saat ini daya beli Indonesia masih membaik. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan konsumsi masyarakat dibandingkan triwulan sebelumnya.
“Konsumsi rumah tangga tumbuh signifikan 4,95% ini buktikan bahwa daya beli masyarakat masih kuat. Daya beli tidak turun masih tumbuh kuat,” ujar Suharyanto di Kantor Pusat BPS, Senin 7 Agustus 2017.
Sumber : okezone.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar