Otoritas Moneter Siapkan Stimulus Genjot Ekonomi

BI berpeluang menurunkan suku bunga untuk mendorong konsumsi masyarakat

JAKARTA. Gejala kelesuan ekonomi kuartal kedua 2017 harus segera di atasi agar laju perekonomian nasional tahun ini tak melambat. Untuk itu Bank Indonesia (BI) mengaku siap melonggarkan kebijakan moneter sebagai stimulus perekonomian nasional.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengakui pertumbuhan ekonomi kuartal II 2017 yang lambat merupakan imbas pelemahan daya beli makin diperparah dengan masih berlangsungnya konsolidasi korporasi dan perbankan.

Dengan adanya konsolidasi itu, Agus yakin pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini akan bergeser ke kuartal ketiga dan keempat. Dengan begitu bank sentral masih percaya pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun akan mencapai sebesar 5%-5,4%. Namun, “Kalau seandainya terus menunjukkan kondisi yang terjaga (inflasi rendah), tidak tertutup kemungkinan BI melakukan easing untuk membantu ekonomi,” kata Agus, Jumat (4/8).

Namun Agus masih enggan memastikan langkah pelonggaran moneter yang akan dilakukan, termasuk besaran, dan kapan langkah pelonggaran tersebut dilakukan. Menurutnya BI akan terlihat data-data lain untuk dibahas dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG).

Pelonggaran kebijakan moneter memang perlu dilakukan karena sejauh ini kurang mendukung perekonomian nasional. Contohnya suku bunga kredit bank yang masih terlalu tinggi dan penurunan nya tak sejalan dengan pergerakan suku bunga acuan BI.

Catatan KONTAN, agar kebijakan suku bunga acuan bisa lebih berdampak ke suku bunga kredit, BI mulai mengenalkan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI-7 DPR) pada April 2016. Namun ada kenyataannya rata-rata bunga kredit perbankan umum hanya turun tipis.

Suku bunga kredit relatif tidak banyak bergerak turun walau inflasi rendah. Catatan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Juli sebesar 0,22%, sehingga inflasi tahun ke tahun Juli 2017 kembali di bawah 4%, yaitu sebesar 3,88% year on year (YoY). Sementara inflalsi tahun kalender Januari-Juli 2017 sebesar 2,6%.

Bunga atau rupiah

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menganalisa, dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah stabil, BI bisa menurunkan suku bunga acuannya kembali. Harapannya bunga kredit perbankan ikut turun, sehingga dapat memacu kredit. “Penurunan suku bunga maish bisa 25 basis points (bps) lagi menjadi 4,5%,” kata David.

BI juga masih perlu melihat data-data lain, khususnya terkait pelemahan konsumsi. BI harus mengonfirmasi apakah pelemahan daya beli bersifat temporer atau permanen. “Kalau data Juli mengonfirmasi lemah juga maka harus segera diantisipasi dengan kebijakan moneter. Seperti India yang baru saja menurunkan suku bunganya dan di respon positif,” tambah David.

Hanya saja, David mengaku pelonggaran kebijakan moneter bukan obat mujarab mengatasi persoalan itu. Yang paling penting yaitu mengubah psikologis konsumen dan pebisnis agar lebih optimistis.

Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih mengingatkan, saat ini mood semua bank sentral sedang menaikkan suku bunga acuan demi antisipasi risiko global. Jika BI mengambil jalan bersebrangan, dikhawatirkan memicu sentimen negatif bahwa BI tidak alert terhadap risiko global.

Analisa Lana, kebijakan pelonggaran BI yang tepat adalah memperkuat rupiah agar kegiatan impor semakin meningkat. Apalagi sebagian besar bahan baku industri berasal dari luar negeri. “Rupiah sekarang terlalu mahal. Dulu saat cadangan devisa tinggi, rupiah bisa di level Rp 9.000 an per dollar AS, tapi kini rupiah masih nangkring saja di Rp 13.300 an,” kata Lana.

Namun menurut Direktur Utama Bank Mayapada Haryono Tjahjarijadi, BI sudah melakukan banyak hal dalam pendalaman pasar keuangan agar semakin likuid. Namun kondisi masyarakat memang berubah. “Masyarakat sekarang menahan diri berbelanja dan mengutamakan menabung untuk liburan bersama keluarga. Buktinya saat libur panjang, semua moda angkutan penuh, hotel juga penuh. Mungkin ini yang perlu dilihat lebih dalam lagi,” katanya.

Anton J. Supit, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bilang, pengusaha sudah tidak butuh stimulus kecuali ketenangan berbisnis. “Yang paling penting sekarang jangan ada kegaduhan. Pengusaha sekarang ketakutan, karena sedikit-sedikit pemerintah melibatkan aparat,” kata Anton

Sumber: Harian Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi, Tak Berkategori

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar