Swasta Silakan Garap Proyek Recehan

Tahun depan BUMN hanya boleh main proyek di atas Rp 100 miliar.

Pemerintah mulai kedodoran mengerjakan proyek infrastruktur tanpa melibatkan sektor swasta. Badan usaha milik negara (BUMN) yang mendapatkan perintah untuk mengerjakan hampir semua proyek ambisius, juga mulai ngos-ngosan dalam mencari pendanaan.

Dominasi BUMN ini juga mendapatkan kritikan dari Presiden Bank Dunia Kim Yong Kim. Ia pun menyarankan agar pemerintah melibatkan swasta di proyek infrastruktur ini.

Nah, agar swasta bisa lebih banyak terlibat di proyek pemerintah, pemerintah pun tengah menyiapkan pelbagai aturan pendukung. Yusid Toyib Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) menceritakan, salah satu aturan yang tengah disusun adalah membatasi keterlibatan BUMN di beberapa proyek.

Semisal, selama ini BUMN boleh mengerjakan proyek dengan nilai minimal Rp 50 miliar. Dengan ketentuan yang baru, nantinya BUMN hanya boleh menggarap proyek dengan nilai di atas Rp 100 miliar.

“Sebenarnya sejak tahun lalu, sudah banyak BUMN yang main di proyek di atas Rp 100 miliar. Hanya satu dua saja yang main di bawah Rp 100 miliar. Tapi tahun ini sudah pasti ketentuan minimal Rp 100 miliar itu,” jelas Yusid.

Aturan pembatasan ini akan berbentuk Peraturan Menteri PU-Pera. Aturan tersebut sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang baru diteken Presiden awal 2017.

Sebelum mengeluarkan Permen, ada beleid lain seperti Peraturan Pemerintah yang sedang dalam sinkronisasi. “Kami sedang ngebut menyelesaikan aturan ini agar bisa kelar September atau Oktober. Tahun depan semua tender, untuk BUMN hanya boleh main di Rp 100 miliar ke atas,” jelas Yusid.

Sebagai gambaran, UU No 2/2017 menugaskan pemerintah membuat aturan turunan yang memuat diantaranya soal jenis, sifat, klasifikasi, layanan jasa konstruksi, segmentasi pasar serta kriteria risiko, teknologi, dan biaya jasa konstruksi. Lalu, rumusan kewenangan pemerintah pusat dan pemda untuk melibatkan masyarakat jasa konstruksi, aturan kontrak kerja konstruksi, aturan ganti rugi jika terjadi kegagalan bangunan; pengaduan gugatan, sengketa konstruksi serta pembinaan usaha jasa konstruksi.

Menanggapi rencana Kementerian PU-Pera untuk membatasi BUMN di proyek receh ini, Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra tak sependapat jika ada anggapan selama ini BUMN terlalu mendominasi proyek infrastruktur pemerintah. Sebab menurut dia selama ini BUMN masuk menggarap proyek-proyek itu melalui tender. Adapun proyek yang sifatnya penugasan pemerintah lebih dikarenakan swasta enggan untuk masuk menggarap proyek tersebut.

Selama ini BUMN sudah mengikuti aturan untuk menggarap proyek di atas Rp 50 miliar. “Kalau memang ada ketentuan dari Kemen PU-Pera semua BUMN karya harus menggarap proyek di atas Rp 100 miliar, ya tolong dipikirkan juga, bagaimana nasib BUMN Karya yang skalanya kecil-kecil,” katanya.

Hambra mengingatkan, tidak semua BUMN Karya mampu menggarap proyek di atas Rp 100 miliar. Misalnya Istaka Karya, Amarta Karya, dan Nindya Karya. Karena itulah ia berharap, aturan itu tidak dibatasi nilai melainkan juga pada criteria size bisnis perusahaan konstruksi tersebut. “Kalau toh nanti BUMN enggak boleh masuk, nanti perusahaan swasta besar yang masuk, ya sama saja,” katanya.

Erwin Aksa, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bidang infrastruktur, berpendapat, dengan tidak masuknya proyek di bawah Rp 50 miliar selama ini, sudah tepat. Dia yakin, aturan ini bisa mengangkat dan menumbuhkan pengusaha lokal untuk investasi alat berat dan lain-lain.

Ia juga yakin, dengan kebijakan itu, kontraktor besar tidak menjarah lahan bisnis kontraktor menengah dan kecil. “Yang jadi harapan kami sekarang, pihak swasta lebih banyak dilibatkan dalam proyek infrastuktur pemerintah,” katanya.

Hilangkan aturan paket

Batasan nilai proyek ini dikeluhkan oleh Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi). Beberapa tahun terakhir, Gapensi memang getol meneriakkan supaya swasta bisa andil dalam proyek infrastruktur pemerintah. Namun ketika pemerintah sudah membuka celah kontraktor swasta masuk dalam proyek di bawah Rp 100 miliar belum membuat mereka puas.

Gapensi menilai, kebijakan itu tetap saja membuka celah bagi BUMN Besar untuk masuk. Hal itu karena ketentuan lelang proyek masih berdasarkan paketan atau konsolidasi.

Misalnya, paket proyek infrastruktur sekolah di suatu daerah. Sejatinya nilai proyek pembangunan beberapa sekolah cuma Rp 10 milia, namun kerena sistem tendernya paketan yaitu menggabungkan sekolahan di satu provinsi, maka nilainya menjadi lebih dari Rp 100 miliar. Alhasil, kontraktor swasta di daerah tidak bisa ikut tender tersebut karena nilainya terlalu besar.

“Ya, kami ingin ketentuan itu jangan hanya sebatas nilai, tetapi ada aturan turunan yang menghilangkan system tender paketan,” kata Errika Ferdinata, Wakil Sekretaris Jenderal II Gapensi.

Praktik tender paketan ini mematikan kontraktor menengah kecil. Akibatnya, sekalipun roda pembangunan infrastruktur bergerak terus tapi yang merasakan hanya kontraktor besar, BUMN dan asing. “Kontraktor kecil menengah banyak jadi penonton bahkan mati,” kata Errika.

Sementara itu bagi BUMN kakap, kebijakan yang dirancang Kemen Pu-Pera ini tak akan berdampak bagi bisnis mereka. “Sejak lima tahun ini Wijaya Karya hanya main di proyek Rp 100 miliar ke atas,” kata Antonius Steve Kosasih, Direktur Keuangan Wijaya Karya. Langkah itu diambil sebagai strategi efisiensi dan efektifitas sumber daya baik dari sisi personel, asset, maupun keuangan.

Pun demikian dengan Waskita Karya. “Tidak, pengaruh. Ya, karena kami selama ini main di proyek di atas Rp 300 miliar,” kata M. Choliq, Presiden Direktur Waskita Karya.

Sumber : Tabloid Kontan 14 Agust-20 Agust 2017.

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Artikel

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar