Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menggandeng Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk mengkaji ulang aturan terkait dengan bea masuk barang bawaan dari luar negeri.
Batas maksimum harga barang yang bebas dari bea masuk barang impor saat ini 250 US$ (sekitar Rp 3,3 juta) per penumpang atau 1.000 US$ (sekitar Rp 13,2 juta) per keluarga. Nilai itu sempat dianggap terlalu rendah.
“Sudah setahun lalu kita sudah sampaikan ke BKF (untuk dikaji). Ini belum selesai saja,” ujar Kepala Komunikasi dan Publikasi DJBC Deni Surjantoro kepada Tempo, Senin, 18 September 2017.
Dia tak menampik bahwa publik merespon kabar viral mengenai penarikan uang bea masuk terhadap penumpang dari luar negeri dengan tas bermerek, yang harganya di atas US$ 250. “Karena eskalasinya seperti ini, kita akan bikin satu aturan terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK), diurus (landasan) hukumnya dan diterbitkan peraturannya, prosesnya begitu.”
Kepala Seksi Impor Kantor Pusat DJBC Anju Hamonangan Gultom membenarkan pihaknya masih mencari referensi dari negara lain, terkait dengan batas bea masuk. Kebijakan di tiap negara, menurut dia tergantung taraf ekonomi masing-masing.
Penetapan batas US$ 250 dan US$ 1.000 dalam PMK nomor 188 tahun 2010 telah melalui sejumlah pertimbangan. Aspek ekonomi, sosiologi, dan implementasi (best practice) turut mempengaruhi penetapan nilai batas bea masuk tersebut. “Saat itu (2010) di ASEAN ada kisaran nilai, dan kita mengambil yang US$ 250. Dulu kalau dikonversikan ke emas, sekitar 5-10 gram, sekarang tak segitu lagi.”
Anju mengakui bahwa batas US$ 250 tersebut sudah tertinggal dari tarif yang dikenakan di negara lain. “Tapi kita lihat juga dari negara yang mirip (Indonesia), yaitu Thailand dan Vietnam. Kita paling kecil, tapi masih cari referensi,” ujarnya.
Adapun Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi tak menutup diri dari usul dan saran mengenai batas nilai bea masuk. Namun dia memastikan batas itu tak akan dinaikkan hingga 10 kali lipat.
Usulan meningkatkan nilai pengenaan bea masuk untuk bawaan dari luar negeri hingga 10 kali sempat datang dari Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo. Menurut usul itu, batas nilai bea masuk menjadi US$ 2.500 per individu dan US$ 10 ribu per keluarga.
Tingginya batas maksimal itu bea masuk barang bawaan, menurut Heru, bisa merugikan pelaku industri domestik dan menyebabkan persaingan bisnis tak sehat. “Merugikan yang memproduksi barang sejenis karena industri dalam negeri semua membayar pajak,” ujarnya di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Senin.
Sumber : tempo.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar