Daya beli masyarakat tengah lambat, pungutan isi ulang e-money tidak tepat

Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan aturan mengenai pengenaan pungutan isi ulang uang elektronik atau e-money. Bank sentral menetapkan jika mengisi ulang di ATM bank penerbit dikenakan pungutan sebesar Rp 750 per transaksi untuk pengisian di atas Rp 200.000.

Sementara, pengisian ulang e-money di ATM bank lain dan pihak ketiga seperti di toko ritel, ditetapkan besaran pungutan maksimal Rp 1.500 per transaksi dengan nominal berapapun. Ekonom Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, menuturkan sebaiknya pengisian ulang e-money tidak dipungut biaya. Baik saat mengisi di bank maupun pihak ketiga.

“Rp 750 mungkin tidak terlalu mahal tapi kan itu tadi sebetulnya bukan di situ masalahnya. Jasa isi ulang itu sudah menjadi bagian dari kita nasabah bank, jadi mestinya tidak perlu membayar,” katanya saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (21/9).

Menurut dia, di tengah ekonomi Indonesia melambat dan konsumsi menurun, konsumen mesti dibebankan pemungutan isi ulang uang elektronik. “Iya (tidak berpihak) artinya di tengah ekonomi kita sedang melambat konsumsi kita juga menurun hal-hal yang membebani ini, jangan lah,” ujarnya.

Selain itu, Lana menilai, sebaiknya tidak perlu ada lagi kartu e-money. Sebab, kartu debit saat ini sudah ada yang bisa digunakan sebagai e-money.

“Kalau kita pakai debet kan bisa juga kenapa tidak pakai debet yang kita punya itu, itu yang dipakai untuk membayar tol, TransJakarta, jadi tidak terlalu banyak kartu,” terang Lana.

Sumber : merdeka.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar