JAKARTA. Kebijakan pajak ekspor dan impor komoditas metal di China mulai awal tahun depan memberikan sentimen positif bagi nikel. Meski dalam jangka pendek harga nikel melemah, namun prospek harga jangka panjang diprediksi akan bullish.
Sentimen positif ini sudah terlihat dari pergerakan nikel di awal pekan ini. Senin lalu (18/12), harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange naik 2,16% jadi US$ 11.830 per ton. Bahkan sebelumnya, harga nikel sempat mencapai US$ 11.850 per ton.
Pelaku pasar merespons serangkaian kebijakan China di sektor perdagangan tahun depan. Negeri Tirai Bambu ini mengumumkan bakal memangkas pajak ekspor sejumlah produk baja. Sebaliknya China akan menaikkan pajak impor nikel yang sudah dimurnikan dari sebelumnya 1% menjadi 2%. Kebijakan ini berlaku mulai 1 Januari 2018.
Permintaan nikel China tahun ini diperkirakan mencapai 2 juta ton.
Produk nikel yang terkena dampak dari regulasi ini adalah plat nikel murni dengan harmonized system (HS) kode 75021090 dan diimpor dari Rusia, Finlandia, Afrika Selatan dan Brasil. Pengiriman dari Rusia terkena dampak paling besar. Maklum, setengah pasokan nikel China berasal dari negara tersebut.
Tapi Analis Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto menyebut, harga berpotensi dalam jangka pendek lantaran harga nikel naik tinggi di hari sebelumnya. Pelaku pasar akan profit taking.
Namun Andri menilai pelemahan harga nikel tersebut hanya sementara. Maklum, secara fundamental, komoditas metal ini cukup bagus. Selain disokong kebijakan pajak ekspor dan impor China yang baru, permintaan nikel untuk komponen baterai mobil listrik juga meningkat.
Ini terlihat dari data penyaluran kredit baru di China yang naik hingga mencapai 1,12 triliun yuan, lebih tinggi dari prediksi 800 miliar yuan. “Dengan kenaikan ini, ada asumsi industri China tengah menggeliat,” papar Andri.
Di sisi lain, Andri menambahkan, persediaan nikel di pasar global juga menipis. Asal tahu saja, stok nikel di gudang LME tercatat cuma 373.314 ton, lebih rendah dari level Juni 2015 di 470.000 ton.
Sedangkan permintaan nikel dari China diestimasi bakal mencapai 2 juta ton tahun ini, alias setengah dari permintaan global. “Apalagi, ada rencana kenaikan pajak impor. Hal ini akan berdampak pada naiknya impor bijih nikel untuk industri pemurnian atau smelter tahun depan,” jelas Andri. Jadi, harga nikel dalam jangka panjang bullish.
Secara teknikal, sinyal beli terlihat dari indikator moving average (MA) 100, MA 200, RSI dan stochastic. Namun indikator jangka pendek MA 50 dan MACD memberi sinyal turun. Hari ini, Andri memprediksi harga nikel akan bergerak antara US$ 11.630-US$ 1.850 per metrik ton. Sepekan ke depan, harga akan bergerak di kisaran US$ 11.350-US$ 11.980 per metrik ton.
Sumber: Harian Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar