
Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8,71 persen tidak menjamin bisa mengkerek daya beli masyarakat tahun ini. Sebab, hanya 30 persen masyarakat yang berkerja di sektor formal.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, kebijakan tersebut sudah diterapkan per 1 Januari 2018. “Kenyataannya, kontribusi kenaikan UMP untuk menambah pendapatan, iya. Tapi kalau diambil secara keseluruhan, ya harus dilihat dulu komponennya,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka,kemarin.
Hariyadi menjelaskan, saat ini total angkatan kerja saat ini mencapai 126 juta. Dari populasi tersebut, hanya 30 persen yang bekerja di sektor formal, 70 persennya informal. Artinya ketika UMP naik, tidak otomatis menjadi stimulus daya beli.
Dia menyesalkan banyak pihak yang berpendapat bahwa untuk mendongkrak daya beli masyarakat dengan menaikkan UMP. “Kalau secara mikro, naik gaji pasti ada tambahan daya beli. Tapi begitu dilihat makronya, yang menikmati kenaikan cuma 30 persen. Jadi belum tentu menaikkan daya beli,” tuturnya.
Bos Sahid Group itu mengakui, tidak ada kebijakan yang langsung mendongkrak daya beli. Namun pemerintah bisa menciptakan lapangan pekerjaan secara sistematis. Dengan begitu, 70 persen dari populasi angkatan kerja bisa terserap di sektor formal.
“Kalau mau mendongkrak daya beli, ciptakan lapangan kerja sebesar-besarnya. Kalau itu terjadi, bukan hanya daya beli yang meningkat, tingkat kemiskinan juga akan turun,” cetus Hariyadi.
Hal senada dikatakan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jakarta Sarman Simanjorang. Menurut dia, jangan mengukur daya beli dengan kenaikan upah karena tidak akan bisa beriringan.
Menurut dia, jika mengandalkan gaji tidak akan bisa mendongkrak daya beli. Sebab, biasanya gaji sudah ada pos-posnya sendiri. Yang bisa mendongkrak daya beli adalah bonus dan insentif. “Karena itu, perusahaan jangan banyak dibebani biar bisa berdaya saing,” ujarnya.
Menurut dia, Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sudah mengatur kenaikan upah sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. “Ini merupakan jalan tengah antara pekerja dan pengusaha,” katanya.
Untuk diketahui Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71 persen. Kebijakan itu tercantum dalam Surat Edaran Kemnaker tanggal 13 Oktober 2017, dengan Nomor B.337/M.NAKER/ PHIJSK-UPAH/X/2017 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2017.
Surat edaran itu menjelaskan, kenaikan UMP 2018 dihitung berdasarkan data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional pertumbuhan PDB yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Rinciannya, inflasi nasional sebesar 3,72 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,99 persen.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar