
Pengusaha memprediksi akan ada puluhan toko ritel yang bakal tumbang pada tahun ini. Persaingan dengan bisnis online (e-commerce) dan daya beli yang belum sepenuhnya membaik juga akan tetap terjadi. Pengusaha ritel pun mengencangkan ikat pinggang agar usaha jalan terus.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengungkapkan, penutupan gerai ritel akan tetap ada pada tahun ini. “Iya masih akan ada beberapa toko yang bakal tutup tahun ini,” ujarnya kepadaRakyat Merdeka, kemarin.
Ia menjelaskan, gerai ritel yang akan tutup itu kebanyakan bergerak di industri non makanan. “Paling besar adalah dari industri non-food. Kalau food pasti ngerem. Jadi mereka baru bilang kalau sudah mau tutup,” ungkapnya.
Menurut dia, persaingan dengan bisnis online masih akan mewarnai penjualan ritel dalam negeri. “Dengan ecommerce pasti tetap ada (persaingan). Tapi kan semua punya strategi masing-masing. Sudah banyak juga kan ritel offline yang membangun online juga,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, saat ini pengusaha ritel harus mengencangkan ikat pinggang karena daya beli belum akan membaik dalam waktu dekat. “Saat ini pengusaha ritel lebih selektif berekspansi dan tidak terburu-buru membangun gerai,” katanya.
Tutum yakin, industri ritel memiliki harapan di 2018 jika pemerintah mempunyai komitmen yang besar untuk menumbuhkan daya beli. “Pasar Indonesia itu besar. Tinggal pemerintah saja yang ikut mendorong daya beli masyarakat,” tegasnya.
Karena itu, dia berharap, pemerintah bisa menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk mendorong konsumsi masyarakat. Dengan target pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,4 persen meningkatkan konsumsi masyarakat.
“Pembeli kami masyarakat umum, mereka harapan kami kalau mereka dapat pekerjaan. Kami menjual kebutuhan sehari-hari mereka, tentu kerja tidak kerja mereka tetap butuh makan dan lainnya. Tapi kalau punya pekerjaan mereka akan membelanjakan uangnya secara berkualitas,” tukasnya.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey memperkirakan, akan ada 50 gerai ritel yang tutup tahun ini. “Kalau kita pakai angka, mungkin di 2017 sekitar 30 toko-40 toko, maka tahun 2018 ini ada kemungkinan bisa lebih banyak sedikit. Bisa sekitar 40-50 toko yang akan relokasi sama reformat bisnisnya,” ujarnya.
Dia menjelaskan, tutupnya sejumlah gerai ritel pada tahun lalu, khususnya yang terdaftar sebagai anggota Aprindo lebih dikarenakan relokasi dan reformat gerai. “80 persen penutupan karena relokasi, sementara 20 persen karena ingin merubah format bisnis,” ungkapnya.
Ia mengatakan, tahun ini pengusaha ritel akan fokus melakukan perubahan format gerai. “Jadi nanti di tokonya tidak hanya menjual pakaian atau makanan. Tapi ada unsur entertaimennya seperti ada bioskopnya juga,” lanjut Roy.
Menurutnya, dengan mengusung konsep mixed use atau campuran ritel konvensional mampu bertahan menghadapi maraknya toko online. “Konsep mixed use ini merupakan suatu trending offline untuk memberikan keyakinan terhadap masyarakat bahwa berbelanja offline tetap dibutuhkan,” katanya.
Ia menambahkan, tahun politik 2018 menjadi salah satu hal yang positif bagi bisnis ritel. “Ada Pilkada di 171 kota ini pasti kan mereka akan ada kampanye, kemudian ada edukasi program. Itu semua pasti harus berbelanja atau konsumsi di toko ritel modern, memberikan makanan minuman,” ujarnya.
Ketua Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan, pada 2018 akan ada efek baik jika ada dorongan dari pemerintah untuk mendorong konsumsi. “Saya optimistis 2018 ini akan ada efek dari stimulus yang pemerintah lakukan untuk menggerakan sektor konsumsi,” ujarnya.
Ia berharap, pemerintah segera melakukan pendataan agar adanya kesetaraan perdagangan antara offline dan online. Menurutnya, regulasi yang tepat akan sangat berpengaruh pada perkembangan sektor ritel. “Regulasi juga dibutuhkan untuk fair play,” ujarnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyambut positif rencana dari perubahan konsep ritel. Menurutnya, perubahan konsep yang akan dilakukan oleh sejumlah ritel tahun ini merupakan langkah yang tepat. “Jadi ini yang harus disesuaikan. Jadi kalau department store ini statis, dan tidak mengikuti lifestyle-nya maka dia akan tergerus. Dia harus menyesuaikan diri dengan itu,” ujarnya.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar